Sunday, 11 August 2019

Jadi Berakal Pentingnya Pendekatan Saintifik Semenjak Anak Usia Dini


Pendekatan saintifik ialah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa biar penerima didik secara aktif membangun kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pada anak usia dini pengenalan proses saintifik dilakukan dengan cara melibatkan anak pribadi dalam kegiatan; yakni melakukan, mengalami pencarian gosip dengan bertanya, mencari tahu tanggapan hingga memahami dunia dengan gagasan-gagasan yang mengagumkan.

Pembelajaran saintifis pada anak usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk banyak aspek perkembangan anak. para peneliti menganjurkan pembelajaran saintifik mulai dikenalkan sebelum anak memasuki sekolah, bahkan anak semenjak lahir. Hal ini penting untuk membantu anak memahami dunia, mengumpulkan dan mengolah gosip sebagai kunci dasar anak berguru berpikir saintis.

Mengembangkan berpikir saintifik semenjak usia dini akan mempermudah transfer keterampilan saintifik yang mereka miliki menjadi area akademik yang sanggup mendukung prestasi akademik. Berpikir saintifik ialah kemampuan berpikir dalam memahami masalah, menganalisa, mencari pemecahannya, dan menghasilkan sesuatu yang inovatif dan kreatif. self-efficacy. PAUD yang proses pembelajarannya miskin dengan proses berpikir saintifis besar lengan berkuasa negative pada sikap dan capaian prestasi anak. Dampak tersebut bersifat menetap hingga ke tahap pendidikan tinggi.

Pendekatan saintifik menerapkan proses:


Mengamati (Observing)


mengamati berarti memakai semua indera (penglihatan, pendengaran, penghiduan, peraba, dan pengecap) untuk mengenali suatu benda yang diamatinya. Semakin banyak indera yang dipakai dalam proses mengamati maka semakin banyak gosip yang diterima dan diproses dalam otak anak. Proses mengamati benar-benar dilakukan oleh anak tidak alasannya ialah diberi tahu guru. Apabila anak belum terbiasa dengan proses ini, guru sanggup mendukungnya dengan kata-kata: “kamu boleh memegang, mencium, mendengarkan, mencicipinya… nah apa yang kau rasakan?

Menanya (Questioning)


Menanyakan sebagai salah salah satu proses mencari tahu atau mengkonfirmasi atau mencocokkan dari pengetahuan yang sudah dimiliki anak dengan pengetahuan gres yang sedang dipelajarinya. Pada dasarnya anak seorang peneliti yang handal, ia selalu ingin tahu wacana sesuatu yang ditangkap inderanya. Karenanya ia sering bertanya, yang terkadang pertanyaannya sangat diluar dugaan orang dewasa. Tetapi itu proses saintis yang berasal dari pikiran kritisnya.

Perlu guru lakukan untuk mendukung kemampuan menanya ialah sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya anak bahagia bertanya. Saat anak tidak punya gagasan untuk bertanya, guru boleh memancingnya, misalnya: Waktu kita petik tadi bunganya masih segar, kenapa kini menjadi layu ya?
  2. Apabila anak bertanya dengan pertanyaan demikian, sebaiknya tidak usah pribadi dijawab, tetapi pancing biar ia mencari jawabannya, midsalnya: "oya ya.. Mengapa demikian ya..menurut kau kenapa?"
  3. Bila ada buku yang sesuai, ajaklah anak untuk mencari jawabannya di buku, untuk mengenalkan buku sebagai sumber ilmu semenjak usia dini, misalnya: mari kita lihat di buku ini..

Mengumpulkan (Colecting)


Mengumpulkan data suatu proses yang sangat diminati anak. dalam proses ini anak melaksanakan coba - gagal - coba lagi "trial and error". Anak bahagia mengulang-ulang acara yang sama tetapi dengan cara bermain yang berbeda. Pembelajaran yang membolehkan anak melaksanakan banyak hal sangat mendukung kemampuan berpikir kreatif. Sedangkan pembelajaran yang banyak memakai lembaran kerja justru membelenggu kemampuan kreatif anak.

Bentuk derma guru untuk membangun kemampuan anak di tahap ini adalah:

  1. Saat anak bermain ia membutuhkan waktu untuk menerapkan gagasannya, akibatnya guru memberi waktu untuknya menuntaskan gagasan melalui materi dan alat yang digunakannya.
  2. Bila anak tidak mempunyai gagasan bermain, guru sanggup memberi teladan awal, selanjutnya anak sanggup melaksanakan sendiri.
  3. Bila anak sudah selesai, guru sanggup memperluas gagasan dengan cara memberi pertanyaan terbuka misalnya: Wah .. Sudah banyak daun bunga yang sudah ditempel, dimana daerah melekat daun yang kecil-kecil?

Mengasosiasi (Associating)


proses asosiasi merupakan proses lebih lanjut dimana anak mulai menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan gres yang didapatkannya atau yang ada disekitarnya. Contohnya anak berguru wacana bentuk segi tiga melalui serpihan kertas yang disiapkan guru. Guru mengajak anak untuk menemukan benda-benda yang ada di sekitar yang berbentuk segi tiga. Disini guru sudah mengasosiasikan atau menghubungkan pengetahuan gres wacana segi tiga dengan benda-benda di lingkungan sekitar.

Proses asosiasi penting bagi anak untuk membangun pemahaman gres wacana dunia di sekelilingnya. Piaget menyatakan bahwa anak membentuk schemata gres tanpa membuang yang sudah ada tetapi memperbaiki dan menguatkan yang sebelumnya. Proses asosiasi sanggup terlihat ketika anak mampu:

  • Menyebutkan persamaan: itu sama dengan ...
  • Menyebutkan perbedaan: jika ini ... Tapi itu ...
  • Mengelompokkan: yang ini temannya ini
  • Membandingkan: daun ku lebih besar dari daun kamu. dst

Tentu saja kemampuan di atas sangat tergantung pada kemampuan yang dimiliki anak dan usia anak.

Dukungan guru untuk memunculkan kemampuan asosiasi sanggup dilakukan dengan memancing pernyataan, ibarat berikut:

  • ini daun pinggirnya bergerigi ibarat apa ya..?
  • Apabila anak menghubungkan dengan sesuatu , maka guru harus menguatkan dan bertanya yang lebih luas lagi, misalnya: Bu guru daunnya warna coklat ibarat warna pintu itu. Guru bisa menguatkan: oya.. benar, terus apa lagi ya yang berwarna coklat.. ?

Anak yang lebih muda usia kemampuan asosiasinya terkadang muncul tetapi ibarat tidak nyambung, misalnya: "Aku diberi coklat oleh ayah" (kata Lina). "nanti saya pulang dijemput ayah" (kata Asri). "Aku suka main bola sama ayah." (kata Firman). Anak memahami makna ayah, tetapi menghubungkannya dengan pengalamannya dengan ayah walaupun dalam kalimat yang saling terpisah.

Mengkomunikasikan (Communicating)


Proses mengkomunikasikan ialah proses penguatan pengetahuan terhadap pengetahuan gres yang di dapatkan anak. Mengkomunikasikan Kalimat yang sering dilontarkan anak, misalnya: "Bu guru saya tahu, jika ..." Tetapi mengkomunikasikan tidak hanya disampaikan melalui ucapan, sanggup juga disampaikan melalui hasil karya. Biasanya anak menyampaikannya dengan cara memberikan karyanya. "Bu guru lihat…aku sudah menciptakan ..."

Itu kalimat yang sering disampaikan anak. Dukungan guru yang sempurna akan menguatkan pemahaman anak terhadap konsep atau pengetahuannya, proses berpikir kritis dan kreatifnya terus tumbuh. Sebaliknya bila guru mengabaikan pendapat anak atau menyalahkannya maka harapan untuk mencari tahu dan mencoba hal gres menjadi hilang.

Referensi:
Duckworth, 1987 | Eshach & Fried, 2005; | Watters, Diezmann, Grieshaber, & Davis, 2000 | Kuhn & Pearsall, 2000 | Kuhn & Schauble, & Garcia-Milla, 1992 | Eshach & Fried, 2005 | Ravanis & Bagakis,1998 | Mullis & Jenkins, 1988

No comments:

Post a Comment