Monday, 12 August 2019
Jadi Berakal Apakah Takdir Itu Termasuk Rukun Iman?
Perlu digarisbawahi bahwa dari sudut pandang studi Al-Quran, kewajiban mempercayai adanya takdir tidak secara otomatis menyatakannya sebagai satu di antara rukun kepercayaan yang enam. Al-Quran tidak memakai istilah "rukun" untuk takdir, bahkan tidak juga Nabi Saw. dalam hadis-hadis beliau.
Memang, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh banyak pakar hadis, melalui sobat Nabi Umar ibn Al-Khaththab, dinyatakan bahwa suatu ketika tiba seseorang yang berpakaian sangat putih, berambut hitam teratur, tetapi tidak tampak pada penampilannya bahwa ia seorang pendatang, namun, "tidak seorang pun di antara kami mengenalnya."Demikian Umar r.a. Dia bertanya wacana Islam, Iman, Ihsan, dan dikala final zaman serta tanda-tandanya. Nabi menjawab antaralain dengan menyebut enam kasus iman, yakni percaya kepadaAllah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, hari kemudian, dan "percaya wacana takdir-Nya yang baik dan yang buruk." Setelah sang penanya pergi, Nabi menjelaskan bahwa, "Dia itu Jibril, tiba untuk mengajar kamu, agama kamu."Dari hadis ini, banyak ulama merumuskan enam rukun Iman tersebut.
Seperti dikemukan diatas, Al-Quran tidak memakai kata rukun, bahkan Al-Quran tidak pernah menyebut kata takdir dalam satu rangkaian ayat yang berbicara wacana kelima kasus lain diatas. Perhatikan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah: 285:
"Rasul percaya wacana apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian juga orang-orang Mukmin. Semuanya percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian." Dalam QS Al-Nisa' : 136 disebutkan: "Wahai orang-orang yang beriman, (tetaplah) percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang disusunkan sebelum (Al-Quran). Barangsiapa yang tidak percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudiam, maka sebenarnya dia telah sesat sejauh-jauhnya."
Bahwa kedua ayat di atas tidak menyebutkan kasus takdir, bukan berarti bahwa takdir tidak wajib dipercayai. Tidak! Yang ingin dikemukakan ialah bahwa Al-Quran tidak menyebutnya sebagai rukun, tidak pula merangkaikannya dengan kelima kasus lain yang disebut dalam hadis Jibril di atas. Karena itu, agaknya sanggup dimengerti ketika sementara ulama tidak mengakibatkan takdir sebagai salah satu rukun iman, bahkan sanggup dimengerti kalau sementara mereka hanya menyebut tiga hal pokok, yaitu keimanan kepada Allah, malaikat, dan hari kemudian. Bagi penganut pendapat ini, keimanan kepada malaikat meliputi keimanan wacana apa yang mereka sampaikan (wahyu Ilahi), dan kepada siapa disampaikan, yakni para Nabi dan Rasul.
Bahkan kalau kita memperhatikan beberapa hadis Nabi, seringkali dia hanya menyebut dua perkara, yaitu percaya kepada Allah dan hari kemudian.
"Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia menghormati tamunya. Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia menyambung tali kerabatnya. Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata benar atau diam."
Demikian salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah. Al-Quran juga tidak jarang hanya menyebut dua di antara hal-hal yang wajib dipercayai. Perhatikan contohnya surat Al-Baqarah: 62,
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan bersedekah saleh, maka mereka akan mendapatkan ganjaran mereka disisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih."
Ayat ini tidak berarti bahwa yang dituntut dari semua kelompok yang disebut di atas hanyalah kepercayaan kepada Allah dan hari kemudian, tetapi bersama keduanya yakni kepercayaan kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir. Bahkan ayat tersebut dan semacamnya hanya menyebut dua hal pokok, tetapi tetap menuntut keimanan menyangkut segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. baik dalam enam kasus yang disebut oleh hadis Jibril diatas, maupun kasus lainnya yang tidak disebutkan.
Labels:
Kajian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment