Seseorang (sebut saja ahmad) ingin membeli rumah tipe 36 di kompleks pada developer (yang menciptakan perumahan), ternyata lokasi tanah ia inginkan tersebut telah dibeli orang, dan sudah ada fondasi bangunan. Developer tidak berani menjamin pemilik tanah mau menjual tanahnya. Developer menghubungi pemilik tanah dan ia tidak mau menjual. Akhirnya dida tetapkan untuk mencari rumah di developer lain.
Besoknya pemilik tanah ternyata mau menjual tanahnya. Developer melaksanakan kesepakatan jual beli dengan pemilik tanah (hanya kedua belah pihak), dan akta tanah diserahkan pemilik tanah kepada pihak notaris atas undangan developer semoga dititipkan ke notaris saja.
Setelah dijelaskan bahwa pemilik tanah mau menjual tanahnya, ia dan developer janjian untuk bertemu untuk berbicara lebih terperinci lagi. Dan esoknya ia melaksanakan kesepakatan jual beli rumah dengan developer, dengan pembayaran uang muka 120 juta sisanya bayar kredit 1 tahun tanpa riba. Rumah akan selesai dalam 3 bulan.
Setelah bayar uang muka, ia dan developer pergi ke notaris untuk menciptakan surat kuasa tanah atas namanya. Tapi di surat kuasa tanah, surat tanah masih nama pemilik tanah kemudian dikuasakan ke nama pembeli. Pajak untuk biaya surat kuasa tanah di notaris ditanggung oleh developer.
1. Apakah developer menjual tanah yang belum diserahkan kepadanya, lantaran surat tanah masih atas nama pemilik tanah tapi surat tanah dari pemilik tanah sudah diserahkan ke notaris atas undangan developer?
2. Bagaimana kalau developer berbohong mengenai kesepakatan jual belinya dengan pemilik tanah? ia bertanya status tanah sewaktu akad, apakah sudah menjadi miliknya? Dia menjawab, ya.
3. Developer menyampaikan bahwa kami harus kesepakatan jual beli sesudah rumah selesai dibangun. Bolehkah kesepakatan lagi sesudah rumah selesai?
4. Pembeli merasa khawatir kesepakatan jual belinya sah atau tidak? Karena banyak pendapat ulama berbeda ihwal jual beli menyerupai ini. Makara kini apa yang harus pembeli lakukan? sementara rumah sudah 45% dibangun. Dan Selama pembangunan rumah, si pembeli meminta aksesori materi di luar kesepakatan, bolehkah?
Jawaban
Apabila kita melaksanakan kesepakatan transaksi dengan seorang developer untuk niat membangun rumah, intinya yaitu sama dengan kita melaksanakan kesepakatan salam dengan perusahaan pengembang perumahan.
Akad salam ini meliputi:
- Mencarikan tanah dan sekaligus membantu pembiayaannya bagi saudara.
- Membangunkan rumah / properti yang dikehendaki oleh saudara.
Dalam mengatasi dilema pembiayaan tanah, rupanya developer menerapkan bai' murabahah dengannya. Murabahah diterapkan melalui prosedur jual beli tanah dengan saudara dengan jalan cicilan (muajjalan) yang ditambah margin laba bagi pihak developer.
Selanjutnya, kesepakatan jual beli tanah antara pihak developer dan pemilik tanah yaitu sah dan benar sesuai dengan jasa yang ia tawarkan. Penerimaan kepemilikan antara pihak pertama kepada developer disebut dengan qabdlu hukmy, lantaran belum sampainya perubahan status tanah secara tepat dari hak milik pertama ke developer yang disertai dengan perubahan nama di dalam dokumen kepemilikan tanah.
Demikian juga, kesepakatan jual beli antara pembeli dan pihak developer yaitu sah juga. Akad tersebut itu sah lantaran status tanah tersebut sudah menjadi hak milik developer secara de facto, namun de jure-nya belum.
Apa status surat kuasa dalam kesepakatan tersebut?
Status surat kuasa ini intinya yaitu surat yang berisi keterangan bolehnya bagi pihak yang diberi kuasa untuk melaksanakan tasharruf terhadap tanah yang dikuasakan. Sifat dari surat kuasa ini yaitu bukti tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan jual beli antara pihak developer dan pihak kedua. Namun, seiring belum adanya peralihan nama, maka pihak pertama masih berkewajiban mewakili pihak developer mengalihkuasakan hak dari developer ke pembeli. Kewajiban ini didasarkan pada belum sepenuhnya hak milik diberikan kepada developer. Kebiasaan semacam ini sudah umum berlaku di masyarakat. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan sabda Rasulillah SAW:
عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما» رواه أهل السنن إلا النسائي
Artinya: “Dari Amru bin Auf Al-Muzanny RA, dari Nabi SAW, ia bersabda, ‘Perdamaian itu boleh dibina di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian dalam rangka mengharamkan kasus halal atau menghalalkan kasus haram. Orang Muslim yaitu orang yang senantiasa teguh di atas janjinya kecuali janji mengharamkan kasus halal atau menghalalkan kasus haram. HR Ahli Sunan kecuali An-Nasai,” (Lihat Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy, Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhyar, Wazarutul Auqaf was Syu’unil Islamiyyah, juz I, halaman 92).
Berdasarkan hadits ini, pemakluman pembeli terhadap developer lantaran belum sanggup melaksanakan balik nama yaitu hal yang sangat dianjurkan dalam syariat agama kita. Hal ini mengingat, kesepakatan jual beli tanah memang benar-benar sudah terjadi antara pihak pertama dan developer dan developer dan saudara.
Bagaimana dengan pesan dari pihak developer bahwa sesudah rumah jadi, antara pembeli dengan pihak developer harus melaksanakan kesepakatan jual beli lagi?
Pesan yang disampaikan oleh developer ini yaitu benar, alasannya yaitu dihentikan ada dua kesepakatan di dalam satu kesepakatan transaksi. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, dan Al-Thabrany berikut ini:
روى أحمد والبزار والطبراني عن سماك عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود عن أبيه قال: (نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة
Artinya: “Imam Ahmad, Al-Bazzar dan Al-Thabrany telah meriwayatkan dari Sammak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari bapaknya, berkata: Nabi SAW melarang dua kesepakatan didalam satu akad,” (Lihat Majalah Majma’il Fiqhil Islamy, Rabithatul Alamy Al-Islamy, juz X halaman 924).
Dalam kitab yang sama, hadits ini ditafsiri oleh Imam As-Syaukani sebagai larangan melaksanakan dua kesepakatan di dalam satu transaksi jual beli.
Adapun undangan aksesori material gres di luar kesepakatan yang disepakati dalam kesepakatan salam sejatinya yaitu dihentikan selagi tidak disyaratkan sebelumnya akan kebolehannya. Namun biasanya, pihak developer selalu memperlihatkan keluasan kepada konsumennya terhadap hal tersebut lantaran itu potongan dari taktik melayani kepuasan konsumen. Dengan demikian, dikembalikan pada nafsul amri, yaitu bahwa dalam praktik jual beli harus ada saling ridha di antara dua orang yang bertransaksi.
Dari banyak sekali keterangan di atas, kami menciptakan selesai sebagai berikut:
1. Akad transaksi antara pihak pertama dan developer yaitu sah. Demikian juga kesepakatan transaksi antara pihak developer dan pembeli lantaran statusnya yaitu sudah hak milik, meskipun masih secara hukmy, dan belum secara tam (sempurna) disebabkan belum ada balik nama.
2. Developer dalam hal ini tidak membohongi pihak konsumen, seiring tanggapan pertama di atas.
3. Akad jual beli kedua merupakan hilah keluar dari melaksanakan dua kesepakatan dalam satu akad. Akad kedua ini merupakan bentuk transaksi baru.
4. Jual belinya dengan pihak developer sudah sah.
5. Bila antara developer dan konsumennya terdapat unsur saling ridha, maka hal tersebut diperkenankan.
Demikian dari kami. Semoga sanggup bermanfaat...
Referensi: www.nu.or.id
No comments:
Post a Comment