Thursday, 31 January 2019

Jadi Arif Buka Hp Dikala Khutbah Jumat Berlangsung? Bagaimana Pandangan Syariat Islam?


Dizaman now hampir semua orang memakai HP kapanpun, dimanapun, dan kemanapun. Mau tidur pegang HP, jalan-jalan pegang HP, mau makan pegang HP, bahkan mau shalat pun masih cari HP. Dan yang paling ironis berdasarkan saya, ketika adzan shubuh berkumandang masih cari bantal dan selimut, tapi ketika sang HP yang berkumandang pribadi bangkit tuh...

Kita ke poin dulu. Bahwa dalam shalat jumat kita dianjurkan untuk tidak berbicara ketika khutbah berlangsung atau melaksanakan sesuatu yang menciptakan nilai ibadah kita berkurang. Lalu bagaimana pandangan agama terkait buka-buka HP sekadar untuk cek grup WA atau melihat info ketika khutbah Jumat berlangsung?

Jawaban
Jumat merupakan sayyidul ayyam atau penghulu hari. Jumat mempunyai keutamaan luar biasa. Oleh alasannya itu, ibadah shalat Jumat merupakan sesuatu keistimewaan tersendiri di antara ibadah lainnya, terlebih lagi setelah azan kedua Jumat.

Dengan mempertimbangkan sakralitas itu, kita dianjurkan untuk menjaga suasana khidmat ibadah Jumat mulai dari azan pertama hingga shalat dua rakaat Jumat selesai. Dalam konteks khutbah Jumat, kita dianjurkan untuk berdiam dan tidak melaksanakan gerakan-gerakan badan yang tidak perlu. Masalah ini disbutkan antara lain oleh Syekh Abdullah Bafadhal Al-Hadhrami berikut ini:

الإنصات في الخطبة بترك الكلام والذكر للسامع وبترك الكلام دون الذكر لغيره

Artinya, "(Dianjurkan untuk) membisu ketika khutbah Jumat berlangsung dengan menahan diri dari bicara dan zikir bagi orang yang mendengar khutbah. Sementara mereka yang tidak mendengar khutbah dianjurkan untuk menahan diri dari bicara, tetapi tidak untuk zikir".

Lihat Syekh Abdullah Bafadhal Al-Hadhrami, Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah, [Beirut: Darul Fikr, 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 336

Syekh Said Ba’asyin dalam mensyarahkan Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah membagi dua macam jamaah Jumat, pertama orang yang memungkinkan untuk mendengar apa yang disampaikan khotib. Kedua, orang yang tidak dimungkinkan oleh kondisi tertentu untuk mendengar khotbah. Perlakuan aturan terhadap kedua macam orang ini berbeda sebagai keterangan Syekh Said Ba’asyin dalam Busyral Karim berikut ini:

وبترك الكلام دون الذكر لغيره) أي لغير السامع لنحو بعد بل يشتغل بقراءة أو ذكر سرا بحيث لا يشوش على أحد بخلاف الكلام فمكروه. وإن لم يسمع خلافا لقول قديم عندنا كالأئمة الثلاثة: بتحريمه لخبر الصحيحين"إذا قلت لصاحبك يوم الجمعة أنصت –والإمام يخطب– فقد لغوت."

وإنما لم يحرم لأنه صلى الله عليه وسلم لم ينكر على من كلمه وهو يخطب، لم يبين له وجوب السكوت. والأمر في الآية للندب، ومعنى لغوت: تركت الأدب جمعا بين الأدلة. ولا يكره الكلام لمن أبيح له قطعا كالخطيب، وقبل الخطبة أو بعدها أو بينهما أو حال الدعاء للملوك وداخل لم يستقر في مكانه ولو لغير حاجة.

Artinya, "(Sementara mereka yang tidak mendengar khutbah) contohnya alasannya jauh [dari pusat suara] (dianjurkan untuk menahan diri dari bicara, tetapi tidak untuk zikir). Mereka yang tidak mendengar ini seyogianya menyibukkan diri dengan baca Al-Quran dan zikir secara perlahan (sirr) sekira tidak mengganggu konsentrasi orang lain. Tetapi bicara bagi mereka tetap makruh sekalipun mereka tidak mendengar khutbah, beda aturan dengan pendapat usang (qaul qadim) kami menyerupai tiga imam mujtahid lainnya yang mengharamkan bicara berdasar sabda Rasulullah dalam riwayat Bukhari-Muslim, 'Jika kamu berkata kepada seseorang, 'diamlah' ketika imam memberikan khutbah, maka sia-sia kau.'

Bicara saja tidak haram alasannya Rasulullah SAW tidak mengingkari orang yang berbicara ketika dia khutbah, tidak menjelaskan kewajiban diam. Perintah pada ayat itu dipahami sebagai perintah sunah. Pengertian 'sia-sia kau' yaitu ‘kau menyalahi adab’ alasannya menghimpun sejumlah dalil terkait. Bicara bagi orang yang dibolehkan secara niscaya yaitu khotib tidaklah makruh. Demikian pula sebelum khutbah, setelah khutbah, ketika jeda antara kedua khutbah, ketika mendoakan penguasa, dan orang di dalam yang tidak konstan di tempatnya meski tanpa hajat".

Lihat Syekh Said Muhammad Ba'asyin, Busyral Karim, [Beirut: Darul Fikr, 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 336-337

Lalu bagaimana dengan jamaah Jumat yang membuka HP ketika khutbah berlangsung? Hape android tentu belum ada di zaman Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah SAW pernah mengingatkan semoga umat Islam untuk tidak melaksanakan gerakan-gerakan yang menciptakan nilai ibadah Jumatnya sia-sia. Berikut ini kami kutip klarifikasi Abu Ja’far At-Thahawi Al-Hanafi berikut ini:

وَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ أَنَّ نَزْعَ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ ، وَأَنَّ مَسَّهُ الْحَصَى وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ ، وَأَنَّ قَوْلَهُ لِصَاحِبِهِ (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ أَيْضًا... وَلَقَدْ تَوَاتَرَتْ الرِّوَايَاتُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّ (مَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَقَدْ لَغَا).

Artinya, "Ulama setuju bahwa mencabut pakaian ketika imam memberikan khutbah, memainkan kerikil kerikil ketika imam memberikan khutbah, dan berkata kepada orang lain ‘diamlah’ ketika imam memberikan khutbah yaitu makruh... Hadits Rasulullah SAW 'Siapa saja yang mengingatkan orang lain dengan 'Diamlah' ketika imam memberikan khutbah Jumat, maka sia-sialah ia,' diriwayatkan secara mutawatir."

Lihat Abu Ja'far At-Thahawi Al-Hanafi, Syarah Ma'anil Atsar, [Alamul Kutub, 1994 M/1414 H], cetakan pertama, juz I, halaman 366-367

Dari keterangan, kita sanggup menarik final bahwa khutbah Jumat meskipun di luar ibadah shalat merupakan rangkaian yang tidak sanggup dipisahkan begitu saja dari ibadah Jumat. Dalam pada itu kita perlu menahan diri dari nafsu untuk selalu membuka HP. Adalah benar jikalau HP tidak pernah lepas lebih dari satu jam dalam kehidupan kita kini ini. Tetapi khusus untuk khutbah Jumat, kita perlu melepaskannya sementara.

Kalau kita selalu was-was dan dibayang-bayangi untuk tergerak membuka HP, kita sanggup membaca doa pengusir rasa was-was atau doa tertentu semoga Allah meredam impian kita untuk menyentuh HP. Lain soal dengan khotib yang membaca teks digital khutbahnya di HP android. Ini tentu dibolehkan.

Demikian dari kami, semoga sanggup dipahami dengan baik untuk membuka wawasan kita menjadi lebih baik. Amin...

Referensi: www.nu.or.id

No comments:

Post a Comment