Monday, 30 September 2019

Jadi Terpelajar Mengobati Penyakit Cinta Ketenaran Bab 1


Mengobati Penyakit Cinta Ketenaran Bagian 1. Ketenaran (popularitas) memang mahal harganya. Betapa banyak orang yang rela mengorbankan banyak harta benda hanya alasannya ialah untuk memperoleh ketenaran. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para penyanyi, ataupun para bintang film. Mereka selalu berusaha tampil beda supaya sanggup menarik perhatian umat dunia. Bahkan ada yang rela untuk melaksanakan hal-hal yang asing dan yang diharamkan oleh Allah hanya untuk memperoleh popularitas bahkan ada yang hingga rela untuk berfoto "setengah-setengah", eh... bukan setengah lagi, tapi 90%, alasannya ialah hanya tersisa beberapa utas benang atau secarik kain yang menutupi tubuhnya, “awas jangan terbayang-bayang!!!” hehe... padahal dia hanya dibayar sangat rendah.

Sebagaimana yang kita saksikan kini ini. Hampir seluruh keanehan-keanehan yang dilakukan oleh insan sesungguhnya dikarenakan cinta popularitas. Kita lihat ada orang yang mengecet rambutnya berwarna-warni layaknya kemucing, hehe jangan maaaraaah...! ada yang kepalanya setengah gundul dan setengahnya lagi rambutnya panjang hingga pundak dan dicat hijau, ada yang rambutnya cuma ditengah saja panjang adapun sisanya gundul, ada yang dipotong menyerupai warna macan tutul (botak gundul botak gundul), ada yang tengahnya gundul dan kanan kiri kepalanya ada rambutnya, ada yang seluruh kepalanya gundul namun tersisia satu pelintiran yang panjang sekali, dan model-model yang lainnya yang berbagai yang aneh-aneh. Ini, padahal gres problem rambut, belum problem telinga, hiasan leher, apalagi model pakaian.

Yang semua ini hanyalah dilakukan demi ketenaran, saya yakin seandainya mereka itu tinggal di hutan yang tidak ada orang sama sekali kecuali dia sendiri, dan dia hanya berteman binatang dan pepohonan, dia tidak akan melaksanakan hal-hal asing yang telah dia lakukan, alasannya ialah tidak ada orang yang memperhatikannya. Kalau dia tetap asing juga maka dia akan populer diantara para hewan. Popularitas merupakan kenikmatan dunia yang mahal harganya.

Penyakit cinta ketenaran ternyata tidak hanya menimpa orang awam saja yang tidak mengetahui perkara-perkara agama, namun juga menjangkiti para andal ibadah dan para penuntut ilmu syar’i. Walaupun memang bentuknya berbeda, namun hakekatnya sama ialah cinta popularitas. Ahli ibadah juga pingin kesungguhannya dalam beribadah diketahui oleh para andal ibadah yang lain, andal ilmu pun ingin orang lain tahu bergotong-royong dia ialah seorang yang pandai, sehingga hasilnya martabatnya tinggi dihadapan manusia. Penyakit inilah yang dalam kamus agama disebut penyakit riya’ (pingin dilihat orang) dan sum’ah (pingin didengar orang).

Manusia begitu bersemangat untuk menutupi kejelekan-kejelekan mereka, mereka tutup sebisa mungkin, kejelekan sekecil apapun, dibungkus rapat jangan hingga ketahuan. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan mendapat kehormatan dimata manusia. Dengan terungkapnya kejelekan yang ada pada mereka maka akan turun kedudukan mereka di mata manusia. Seandainya mereka juga menutupi kebaikan-kebaikan mereka, -sekecil apapun kebaikan itu, jangan hingga ada yang tahu, siapapun orangnya (saudaranya, sahabat karibnya, guru-gurunya, anak-anaknya, bahkan istrinya) tidak ada yang mengetahui kebaikannya- , tentunya mereka akan mencapai martabat mukhlisin (orang-orang yang ikhlas). Mereka berusaha sekuat mungkin supaya yang hanya mengetahui kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan hanyalah Allah.

Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni , “Diriwayatkan oleh Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (1/679), dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/240), dan Ibnu ‘Asakir dalam tarikh Dimasyq (22/68), dan sanadnya sohih”. Lihat Sittu Duror hal. 45). Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman no 6500 dia berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu, dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang senang (masuk surga)”.

Oleh alasannya ialah itu banyak para imam salaf yang benci ketenaran. Mereka senang kalau nama mereka tidak disebut-sebut oleh manusia. Mereka senang kalau tidak ada yang mengenal mereka. Hal ini demi untuk menjaga keihlasan mereka, dan alasannya ialah mereka kawatir hati mereka terfitnah tatkala mendengar kebanggaan manusia.

Kita lihat bagaimana hati para salafi dalam menjaga niat mereka, untuk sanggup memberikan satu hadits saja (yang mungkin hanya beberapa buah kata) dia memperhatikan niatnya berulang-ulang. Bagaimana dengan kita sekarang? Bukan cuma berpuluh-puluh kata yang kita lontarkan, bahkan beribu-ribu kata (tatkala mengisi pengajian, atau memberi pendapat atau nasehat tatkala diminta, atau yang lainnya…) pernahkah kita mengecek niat kita disela-sela pembicaraan kita??. Terkadang seseorang di awal sedang mengisi pengajian, dia mendapati niatnya ikhlas. Namun tatkala di tengah pengajian, disaat dia memandang bagaimana para pendengarnya terkagum-kagum dengan kefasihannya melontarkan dalil disaat itulah syaitan berperan aktif untuk merubah niatnya. Waspadalah wahai para saudaraku… sesungguhnya hanya sedikit yang selamat dari muslihat syaitan.

Kalau seseorang telah selamat dari muslihat syaitan hingga selesai amalnya, ingatlah…syaitan tidak putus asa. Dia mulai menggelitik hati orang tersebut dan merayu orang tersebut untuk menceritakan amalan solehnya pada manusia, dan syaitan menipunya dengan berkata, ”Ini bukanlah riya…, supaya kau sanggup dicontohi manusia…”. Akhirnya terjebaklah orang tersebut dan diapun mengungkapkan kebaikan-kebaikannya dihadapan orang, maka sanggup jadi diapun menceritakan kabaikan-kebaikannya pada insan alasannya ialah riya’, maka ini merupakan kecelakaan baginya, atau kalau tidak maka minimal pahalanya berkurang. Karena pahala amalan yang sirr (disembunyikan) lebih baik daripada amalan yang diketahui orang lain.

Allah berfirman, yang artinya: “Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu ialah baik sekali. Dan kalau kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).

Berkata Ibnu Kasir dalam Tafsirnya, ”Asalnya isror (amalan secara tersembunyi tanpa diketahui orang lain) ialah lebih afdol dengan dalil ayat ini dan hadits dalam shohihain (Bukhori dan Muslim) dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Berkata Rasulullah : ”Tujuh golongan yang berada dibawah naungan Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Imam yang adil, dan seorang yang beramal kemudian dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya” Diriwayatkan oleh Al-Bukhori (1423) dan Muslim (2377). Berkata Imam Nawawi: ”Berkata para Ulama bahwanya penyebutan asisten dan kiri menandakan kesungguhan dan sangat dismbunyikannya serta tidak diketuhinya sedekah. Wallahu A’lam.

No comments:

Post a Comment