Monday, 30 September 2019
Jadi Cerdik Uang Atau Harta Berdasarkan Pandangan Syariat Islam Dalam Al-Quran
Uang atau Harta Menurut Pandangan Al-Quran. Terlebih dahulu perlu dijelaskan pandangan Al-Quran perihal harta (uang) dan pengembangannya dalam acara ekonomi. "Uang" antara lain diartikan sebagai "harta" kekayaan, dan "nilai tukar bagi sesuatu". Berbeda dengan dugaan sementara orang yang beranggapan bahwa Islam kurang menyambut baik kehadiran uang, pada hakikatnya pandangan Islam terhadap uang dan harta amat positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari rezeki bukan hanya yang mencukupi kebutuhannya, tetapi Al-Quran memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkannya fadhl Allah, yang secara harfiah berarti "kelebihan yang bersumber dari Allah".
"Apabila kau telah final shalat (Jumat) maka bertebaranlah di bumi, dan carilah fadhl (kelebihan/rezeki) Allah" (QS A1-Jumu'ah: 10). Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain semoga yang memperoleh sanggup melaksanakan ibadah secara tepat serta mengulurkan tangan pertolongan kepada pihak lain yang oleh lantaran satu dan lain alasannya tidak berkecukupan.
Harta atau uang dinilai oleh Allah Swt. sebagai "qiyaman", yaitu "sarana pokok kehidupan" (QS Al-Nisa': 5). Tidak heran jikalau Islam memerintahkan untuk memakai uang pada tempatnya dan secara baik, serta tidak memboroskannya. Bahkan memerintahkan untuk menjaga dan memeliharanya sampai-sampai Al-Quran melarang pemberian harta kepada pemiliknya sekalipun, apabila sang pemilik dinilai boros, atau tidak berilmu mengurus hartanya secara baik. Dalam konteks ini, Al-Quran berpesan kepada mereka yang diberi amanat memelihara harta seseorang: "Janganlah kau memberi orang-orang yang lemah kemampuan (dalam pengurusan harta) harta (mereka yang ada di tangan kau dan yang dijadikan Allah untuk semua sebagai sarana pokok kehidupan)" (QS Al-Nisa': 5).
Bukan hanya itu, Al-Quran memerintahkan siapa pun yang melaksanakan transaksi hutang piutang, semoga mencatat jumlah hutang piutang itu, jangan hingga oleh satu dan lain hal tercecer hilang atau berkurang. Jangan bosan (enggan) menulisnya sedikit atau banyaksampai batas waktu pembayarannya (QS Al-Baqarah: 282).
Bahkan kalau perlu meminta pertolongan notaris dalam pencatatannya. Kepada notaris serta yang melaksanakan transaksi itu, Allah berpesan pada lanjutan ayat di atas: dalam arti, hendaknya notaris jangan merugikan orang yang melaksanakan transaksi terutama dengan mengurangi haknya masing-masing, dan bagi yang melaksanakan transaksi hendaknya jangan juga merugikan sang notaris dalam waktu, tenaga, dan pikirannya tanpa memberi imbalan yang wajar. Diperintahkan juga semoga menentukan saksi-saksi dalam hal hutang-piutang, kalau bukan dua orang lelaki, maka seorang lelaki dan dua orang perempuan:
Agar kalau seseorang tersesat/lupa, maka yang satu lainnya akan mengingatkannya (QS Al-Baqarah: 282). Demikian antara lain kandungan pesan ayat yang terpanjang dalam Al-Quran.
Pandangan Al-Quran terhadap uang atau harta menyerupai yang dikemukakan sekilas ini, bertitik tolak dari pandangannya terhadap naluri manusia. Seperti diketahui, Al-Quran memperkenalkan agama Islam antara lain sebagai agama fitrah dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri insan serta naluri positifnya. Dalam bidang harta atau keuangan, Kitab Suci umat Islam secara tegas menyatakan: "Telah menjadi naluri insan kecintaan kepada lawan seksnya, anak-anak, serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda piaraan, hewan ternak, sawah, dan ladang" (QS Ali 'Imran: l4).
"Harta yang banyak" oleh Al-Quran disebut "khair" (QS Al-Baqarah: 180), yang arti harfiahnya ialah "kebaikan". Ini bukan saja berarti bahwa harta kekayaan ialah sesuatu yang dinilai baik, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik. Tanpa memperhatikan hal-hal tersebut, insan akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya.
Karena daya tarik uang atau harta seringkali menyilaukan mata dan menggiurkan hati, maka berulang-ulang Al-Quran dan hadits, memperingatkan semoga insan tidak tergiur oleh kegemerlapan uang, atau diperbudak olehnya sehingga mengakibatkan seseorang lupa akan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi.
Labels:
Kajian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment