Friday, 13 September 2019

Jadi Berakal Maysir Berdasarkan Para Mufassir


Maysir Menurut Para Mufassir. Kata maysir yaitu mashdar dari fi’il madhi yasara dari akar kata al-yusr (yang berarti kemudahan, lantaran si penjvd! sanggup mengambil atau menerima harta dengan gampang tanpa perlu bersusah payah), atau kata al-yasar (yang berarti kekayaan, lantaran jvd! menjadi penyabab kekayaan si penjvd! apabila ia menang). Menurut para mufassir salaf makna kata maysir dalam ayat diatas yaitu qimar, qimar merupakan bentukan dari kata fi’il madhi qamara (yang berarti bertaruh).

Berikut klarifikasi ulama perihal definisi qimar.
Imam Mawardi: setiap orang yang memasukinya tidakn akan terlepas dari kemungkinan untung kalau menang dan rugi kalau kalah.
Al-Hirasi: pertaruhan yang dipenuhi khayalan kegagalan seseorang dan kesuksesan yang lain
Ibnu Qudamah: setiap orang yang bertaruh tidak akan terlepas dari kemungkinan untung dan rugi

Dari definisi-definisi yang disampaikan para ulama sanggup disimpulkan bahwa qimar yaitu pertaruhan yang didalamnya ada orang yang untung dan ada yang rugi. Meski para mufassir setuju bahwa makna maysir yaitu qimar, mereka berselisih pendapat perihal apakah maysir yang diharamkan mengarah pada segala macam bentuk qimar atau hanya hanya mengaarah pada bentuk qimar tertentu. Bentuk qimar tertentu yang dimaksud yaitu prjvd!@n bangsa arab jahiliyah, dimana memotong seekor unta dan membaginya menjadi 28 bagian, kemudian mengambil 10 anak panah dan menuliskan nama-nama tertentu pada anak panah tersebut. 7 anak panah berisi potongan unta, sementara sisanya kosong. Seluruh anak panah tersebut kemudian ditaruh pada sebuah ember dan masing-masing mereka mengambil satu anak panah. Siapa yang menerima anak panah kosong merekalah yang membayar harga unta. Orang yang menang biasanya menunjukkan daging unta itu kepada fakir miskin.

Jika diteliti permainan-permainan yang melalaikan ada tiga kategori :

Mengandung taruhan uang (mutlak haram)


Permainan apapun yang mengandung taruhan uang telah disepakati keharamannya oleh semua fuqaha. Karena hal itu termasuk maysir yang harus dijauhi. Baik permainan itu murni bergantung pada nasib (seperti memakai dadu / undian) atau melibatkan aliran pemainnya (seperti catur)

Tidak mengandung taruhan uang (mutlak haram)


Ada beberapa permainan yang meski tidak mengandung taruhan uang tetap disepakati keharamannya oleh semua fuqaha semisal Nard (backgammon). Hal itu tidak lain disebabkan adanya  nash hadits yang secara gamblang  mengharamkannya meski tanpa taruhan. Menurut Imam Malik permainan ini yaitu bentuk permainan yang semata-mata bergantung pada nasib dan tidak menurut pemikiran, prediksi, dll.

Tidak mengandung taruhan uang (masih diperselisihkan)


Para ulama berselisih pendapat mengenai permainan yang tidak mengandung taruhan uang tapi melibatkan aliran pemain dan tidak murni bergantung pada nasib menyerupai catur. Ada tiga pendapat ulama mengenai catur, yaitu : Imam Malik:haram, Imam hanafi: makruh taghlidz dan harus dijauhi sekalipun tidan hingga haram, Imam Syafi’i: makruh tanzih dan tetap boleh dimainkan (asal tidak hingga melalaikan shalat dan bebas dari percakapan buruk).

No comments:

Post a Comment