1. Definisi Manajemen Mutu. Dalam pengertian umum mutu mengandung makna tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja atau upaya) baik barang maupun jasa, baik yang tangible maupun intangible". Kaprikornus dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat banyak sekali input, seperti: Bahan asuh (kognitif, afektif dan psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, tunjangan manajemen dan sarana prasarana, sumber data lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Sedangkan mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap tamat cawu, tamat tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun).
2. Definisi Kurikulum
Perkataan kurikulum mulai di kenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan semenjak kurang lebih dari satu kurun yang lalu[1]. Bila kita lihat definisi kurikulum dari segi bahasa kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula dipakai dalam bidang olah raga, adalah curre yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam acara berlari dalam bahasa arab, istilah kurikulum diartikan sebagai manhaj yakni jalan yang terperinci atau jalan yang terperinci yang dilalui oleh insan dalam bidang pendidikan.[2]
3. Manajemen Mutu Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Agama Islam.
Asas filosofi yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat Negara.
Asas psikologi yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni :
Psikologi anak,perkembangan anak.
Psikologi belajar, bagaimana proses mencar ilmu anak
Asas sosiologis,yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,kebudayaan manusia,hasil kerja insan berupa pengetahuan, dan lain-lain.
Asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi materi pelajaran yang di sajikan.
Makalah menganalisis karya sastra puisi indonesia. Puisi yaitu seni tertulis dimana bahasa dipakai untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima yaitu yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan.
Beberapa andal modern mempunyai pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi sanggup berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk mengatakan pemikirannnya. Puisi kadang kala juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu mempunyai alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya.
Tak ada yang membatasi harapan penulis dalam membuat sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi usang dan puisi baru
Di Indonesia, puisi telah mulai ditulis oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk syair Melau dan ditulis dengan karakter Arab di selesai kala ke-16 atau awal kala ke-17 (Ismail, 2001:5).
Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia menjadi puisi usang dan puisi baru. Namun, apa yang disebut puisi usang itu masih tetap diapresiasi dan diproduksi hingga ketika ini. Disamping itu, puisi gres juga tidak sanggup melepaskan puisi usang alasannya ia sanggup jadi inspirasi yang penuh keindahan untuk dikerjakan.
A. Budaya Religius di Sekolah. Dari sekian banyak nilai yang terkandung dalam sumber pedoman Islam, nilai yang mendasar ialah nilai tauhid. Ismail Raji al-Faruqi, menformulasikan bahwa kerangka Islam berarti memuat teori-teori, metode, prinsip dan tujuan tunduk pada esensi Islam yaitu Tauhid[1]. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dalam penyelenggarannya harus mengacu pada nilai mendasar tersebut.
Nilai tersebut memperlihatkan arah dan tujuan dalam proses pendidikan dan memperlihatkan motivasi dalam acara pendidikan[2]. konsepsi tujuan pendidikan yang mendasarkan pada nilai Tauhid berdasarkan an-Nahlawi disebut ”ahdaf al-rabbani”, yakni tujuan yang bersifat ketuhanan yang seharunya menjadi dasar dalam kerangka berfikir, bertindak dan pandangan hidup dalam sistem dan acara pendidikan.
Saat ini, perjuangan penanaman nilai-nilai religius dalam rangka mewujudkan budaya religius sekolah dihadapkan pada aneka macam tantangan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan dihadapkan pada keberagaman siswa, baik dari sisi keyakinan beragama maupun keyakinan dalam satu agama. Lebih dari itu, setiap siswa mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda-beda.
Oleh lantaran itu, pembelajaran agama diharapkan menerapkan prinsip-prinsip keberagaman sebagai berikut;
Belajar Hidup dalam Perbedaan
Membangun Saling Percaya (Mutual Trust)
Memelihara Saling Pengertian (Mutual Understanding)
Menjunjung Sikap Saling Menghargai (Mutual Respect)
Terbuka dalam Berfikir
Apresiasi dan Interdepedensi
Resolusi Konflik.
Strategi dalam Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah.
1. Terbentuknya Budaya Religius di Sekolah.
Secara umum budaya sanggup terbentuk secara prescriptive dan sanggup juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu masalah. Yang pertama ialah pembentukan atau terbentuknya budaya religius sekolah melalui penurutan, peniruan, penganutan dan penataan suatu skenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan.
Yang kedua ialah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning process. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya, dan bunyi kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau kepercayaan dasar yang dipegang teguh sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku. Kebenaran itu diperoleh melalui pengalaman atau pengkajian trial and error dan pembuktiannya ialah peragaan pendiriannya tersebut. itulah sebabnya pola aktualisasinya ini disebut pola peragaan.[6]
2. Strategi Pengembangan PAI dalam Mewujudkan Budaya Religius Sekolah.
Menurut Tasfir, taktik yang sanggup dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk membentuk budaya religius sekolah, diantaranya melalui:
Memberikan teladan (teladan)
Membiasakan hal-hal yang baik
Menegakkan disiplin
Memberikan motivasi dan dorongan
Memberikan hadiah terutama psikologis
Menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan)
Penciptaan suasana religius yang besar lengan berkuasa bagi pertumbuhan anak.[7]
Dengan demikian secara umum ada empat komponen yang sangat mendukung terhadap keberhasilan taktik pengembangan PAI dalam mewujudkan budaya religius sekolah, yaitu: pertama, kebijakan pimpinan sekolah yang mendorong terhadap pengembangan PAI; kedua, keberhasilan kegiatan berguru mengajar PAI di kelas yang dilakukan oleh guru agama; ketiga, semakin semaraknya kegiatan ekstrakurikuler bidang agama yang dilakukan oleh pengurus OSIS khususnya Seksi Agama; dan keempat, pinjaman warga sekolah terhadap keberhasilan pengembangan PAI.
Sedangkan taktik dalam mewujudkan budaya religius di sekolah, meminjam teori Koentjaraningrat ihwal wujud kebudayaan, meniscayakan upaya pengembangan dalam tiga tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian, dan tataran simbol-simbol budaya.[8]
Adapun taktik untuk membudayakan nilai-nilai agama di sekolah sanggup dilakukan melalui:
Power strategi, yakni taktik pembudayaan agama di sekolah dengan cara memakai kekuasaan atau melalui people’s power, Dalam hal ini tugas kepala sekolah dengan segala kekuasaannya sangat lebih banyak didominasi dalam melaksanakan perubahan
Persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga sekolah; dan
Normative re-educative. Norma ialah aturan yang berlaku di masyarakat. Norma termasyarakatkan lewat education (pendidikan). Normative digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir warga sekolah yang usang dengan yang baru.
Pada taktik pertama tersebut dikembangkan melalui pendekatan perintah dan larangan atau reward dan punishment. Allah swt memperlihatkan teladan dalam hal Shalat semoga insan melaksanakan setiap waktu dan setiap hari, maka dibutuhkan eksekusi yang sifatnya mendidik, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. ”Perintahkanlah kepada belum dewasa kalian untuk salat saat umur mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka risikonya (tidak mau salat) saat umur mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka”.[10]
Sedangkan pada taktik kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warganya dengan cara yang halus dengan memperlihatkan alasan dan prospek baik yang sanggup meyakinkan mereka. Sifat kegiatannya sanggup berupa agresi positif dan reaksi positif. Bisa pula berupa proaksi, yakni menciptakan agresi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi semoga sanggup ikut memberi warna dan arah perkembangan. [11]
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of knowledge: General Principles and Workplan, (Washington DC., International institute of Islamic Thoungt, 1982) 34-36
J.S. Brubacher, Modern Philoshophy of Education (Tata Mc. Graw Hill, Publishing, Co. Ltd., New Delhi, Edisi ke-4) : 96
al-Qur’a>n, 2 (al-Baqarah): 208.
Muhaimin, 1999. Paradigma Pendidikan Islam, 294.
Ibid.
Talizuhu Ndara, 2005. Teori Budaya Organisa .(Jakarta: Rineke Cipta) 24.
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, ( Bandung: Remaja; Rosda Karya, 2004), 112.
Koentjaranindrat, ”Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan” dalam Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 157.
Hickman dan Silva () (dalam Purwanto, Budaya Perusahaan, (Yogyakarta Pustaka Pelajar: 1984), 67.
Contoh Makalah Belajar dan Pembelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah proses menuju tercapainya tujuan pendidikan. Dalam hal ini, proses pembelajaran sangatlah menentukan hendak kemana anak didik itu akan dibawa. Berbagai macam model pembelajaranpun dilaksanakan untuk meraih tujuan yang ideal. Karena proses pembelajaran merupakan bab yang integral dari pendidikan.
Dalam konteksnya dengan teori belajar dan pembelajaran yang diintegrasikan kedalam pendidikan Islam, beberapa teori berguru dan pembelajaran ditawarkan untuk sanggup diterapkan. Diantara teori berguru pembelajaran tersebut ialah teori behavioristik dan kognitivistik. Teori ini menciptakan suatu citra dari miniature problematika kehidupan yang akan dihadapi oleh penerima didik dan guru sebagai pengajar. Berangkat dari sebuah pengalaman yang dimainkan dan dilakukan oleh para andal pembelajaran, menggambarkan perihal banyak sekali aktivitas dan aktifitas kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan ibadah, maupun dalam kaitannnya dengan muamalah.
Akan menjadi sebuah kesulitan bagi guru apabila kurang memahami teori pembelajaran proses berguru mengajar yang dilakukan tidak sesuai dengan harapan. Disinilah sejatinya tugas seorang pendidik untuk menentukan peran-peran penting yang sekiranya akan dikala mengajar didepan penerima didik. Secara umum kita sanggup memahami teori apa yang akan kita gunakan apabila sebagai guru yang mengajarkan perihal Pendidikan Agama Islam untuk menerapkan teori tersebut ,Maka dalam makalah ini akan dibahas perihal banyak sekali teori pembelajaran baik itu dari teori barat maupun teori dari ahli-ahli Muslim.
Lalu yang menjadi realita dilapangan bahwa pendidik belum banyak memahami dan mendalami teori-teori berguru yang sesuai dan sanggup diterapkan dalam proses belajar mengajar terutama pada mata pelajaran Pendidikan agama Islam.
Konsep Dasar Pendidikan Seumur Hidup. Globalisasi dan pembangunan Iptek menjadikan perubahan-perubahan yang cepat dalam masyarakat pada banyak sekali bidang. Pendidikan di tuntut untuk membantu individu semoga sanggup mengikuti perubahan-perubahan sosial sepanjang hidupnya. Maka lahirlah konsep kehidupan seumur hidup.
Pendidikan seumur hidup yaitu sebuah sistem konsep-konsep pendidikan yang menunjukan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan mencar ilmu mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia.
Konsep pedidikan seumur hidup ini bersahabat kaitannya dengan paham perihal waktu berlangsungnya pendidikan. Di dalam GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
A. Konsep Dasar Pendidikan Seumur Hidup
Konsep pendidikan seumur hidup ini pada mulanya dikemukakan oleh filosof dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey. Kemudian dipopulerkan oleh Paul Langrend melalui bukunya : An Introduction to Life Long Education. Menurut John Dewey, pendidikan itu menyatu dengan hidup. Oleh alasannya yaitu itu pendidikan terus berlangsung sepanjang hidup sehingga pendidikan itu tidak pernah berakhir.
Konsep pendidikan yang tidak terbatas ini juga telah usang diajarkan oleh Islam, sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi : “Tuntutlah ilmu semenjak dari buaian hingga liang lahad”
B. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup pada Program-Program Pendidikan
Pendidikan baca tulis fungsional Realisasi baca tulis fungsional memuat dua hal, yaitu :
Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3 M) yang fungsional bagi anak didik.
Menyediakan bahan-bahan bacaan yang dibutuhkan untuk menyebarkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.
Pendidikan Vokasional. Pendidikan vokasional yaitu kegiatan pendidikan di luar sekolah bagi anak di luar batas usia.
Pendidikan Profesional. Pendidikan dalam upaya mencetak golongan profesional yang bisa mengikuti banyak sekali kemajuan dan perubahan.
Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan Pendidikan bagi anggota masyarakat dari banyak sekali golongan usia semoga mereka bisa mengikuti perubahan sosial dan pembangunan
Pendidikan Kewargenegaraan dan Kedewasaan Politik Pendidikan dalam upaya penguasaan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga negara.
Pendidikan Kultural dan pengisian waktu senggang Pendidikan dalam upaya membuat masyarakat yang bisa memahami dan menghargai nilai-nilai agama, sejarah, kesusastraan, filsafat hidup, seni dan musik bangsa sendiri.
C. Beberapa Kepentingan Pendidikan Seumur Hidup Hal yang mendasari perlunya pendidikan seumur hidup
Pertimbangan ekonomi. Masih banyaknya masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.
Keadilan. Tuntutan akan adanya persamaan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Faktor peranan keluarga.
Faktor perubahan peranan sosial
Perubahan teknologi
Faktor-faktor vocational
Kebutuhan-kebutuhan orang dewasa
Kebutuhan bawah umur awal
D. Strategi Pendidikan Seumur Hidup
Adapun taktik dalam rangka pendidikan seumur hidup sebagaimana diinventarisir Prof. Sulaiman Joesoef, mencakup hal-hal berikut :
Konsep-konsep Kunci Pendidikan Seumur Hidup
Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri. Sebagaimana suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau inspirasi formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.
Konsep mencar ilmu seumur hidup. Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar mencar ilmu alasannya yaitu respons terhadap cita-cita yang didasari untuk mencar ilmu dan angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
Konsep Belajar Seumur Hidup. Belajar seumur hidup dimaksudkan yaitu orang-orang yang sadar perihal diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat mencar ilmu gres sebagai cara yang logis untuk mengatasi peroblema dan terdorong tinggi sekali untuk mencar ilmu di seluruh tingkat usia, dan mendapatkan tantangan dan perubahan seumur hiudp sebagai pemberi kesempatan untuk mencar ilmu baru.
Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup. Dalam konteks ini, kurikulum didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup betul-betul telah menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan melakukan mencar ilmu seumur hidup.
Arah Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa
Sebagai generasi penerus, para cowok ataupun remaja membutuhkan pendidikan seumur hidup dalam rangka pemenuhan sifat “Self Interest” yang merupakan tuntunan hidup sepanjang masa. Diantaranya yaitu kebutuhan akan baca tulis bagi mereka pada umumnya dan latihan keterampilan bagi pekerja.
Pendidikan seumur hidup bagi anak
Pendidikan seumur hidup bagi anak, merupakan sisi lain yang perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan oleh alasannya yaitu anak akan menjadi “tempat awal” bagi orang remaja artinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pengetahuan dan kemampuan anak, memberi peluang besar bagi pembangunan pada masa dewasa. Dan pada gilirannya masa dewasanya menanggung beban hidup yang lebih ringan. Konsep Dasar Pendidikan Seumur Hidup
Makalah Epistimologi Filsafat Pendidikan Islam. Istilah epistimologi pertama kali digunakan oleh L.F. Ferier pada kala 19 di Institut of Metaphisics (1854). Epistimologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan dasar – dasarnya serta realitas umu dari tuntutan pengetahuan sebenarnya.1 Sedangkan secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Makara epistimologi sanggup diartikan sebagai teori, uraian wacana pengetahuan. Sedangkan dalam segi istilah epistimologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secar mendalam dan radikal wacana asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Epistimolgi juga berarti cabang filsafat yang mempelajari soal watak, batas – batas dan berlakunya ilmu pengetahuan.
Dengan demikian epistimolgi atau teori wacana ilmu pengetahuan ialah inti sentral setiap pandangan dunia. Epistiomologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang – cabangnya yang pokok, mengidentifikasi sumber – sumbernya dan menetapkan batas – batasnya.2
Jenis – jenis Ilmu Pengetahuan
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang sanggup diperolehnya melalui beberapa sumber antara lain sebagai berikut:
1. Pengetahuan wahyu
Pengetahuan wahyu firman Allah yang berisi pengetahuan yang diturunkan kepada insan pilihan, yaitu Nabi atau Rasul. Wahyu menyangkut banyak sekali aspek kehidupan khususnya korelasi insan dengan Khalik yang disebut ibadah, juga korelasi insan dengan sesama makhluk, yang disebut muamalah.3 Kebenaran wahyu bersifat mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar diri manusia.
2. Pengetahuan intuitif
Pengetahuan intuitif diperoleh insan dari dalam dirinya sendiri tatkala ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif ini muncul dalam diri insan secara datang – datang dalam kesadaran diri manusia. Proses kerjanya, insan itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil dari penghayatan pribadi, sebagai hasil keunikan dan verbal individu, sehingga validitas pengetahuannya bersifat pribadi, dan mempunyai watak yang tidak komunikatif, sehingga sulit untuk menlukiskan seseorang memilikinya atau tidak.
3. Pengetahuan rasional
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio atau kebijaksanaan semata, tidak disertai dengan observasi terhadap insiden – insiden faktual. Prinsip berpikir dengan memakai logika formal dan matematika murni menjadi paradigmanya, sehingga kebenarannya bersifat abstrak.
4. Pengetahuan empiris
Pengetahuan empiris diperoleh melalui pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indra – indra lainnya, sehingga kita mempunyai konsep dunia di sekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris ialah sains yang diuji dengan observasi atau ekperimental.
5. Pengetahuan otoritas
Kita mendapatkan pengetahuan itu benar bukan alasannya ialah sudah mengkroscekkan dengan keadaan yang ada di luar diri kita, melainkan telah dijamin otoritasnya di lapangan. Kita mendapatkan pendapat orang lain lantaran ia pakar dibidangnya. Misalnya kita mendapatkan pendapat wacana sesuatu dalam bidang tertentu dengan mengutip dari ensiklopedia.
Makalah Ilmu Hadits. Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih populer di antaranya menyerupai yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling populer diantara enam tokoh tersebut di atas yaitu Amirul-Mu’minin fil-Hadith (pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu gelar andal hadith tertinggi.
Nama lengkapnya yaitu Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, populer kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia berjulukan Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, yaitu pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja’fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan “al-Mughirah al-Jafi.”
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar andal hadith. Ia berguru hadith dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, menciptakan biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara’ (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan taqwa. Diceritakan, bahawa dikala menjelang wafatnya, ia berkata: “Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat.” Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’. Tidak hairan bila ia lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara sehabis salat Jum’at. Tak usang sehabis bayi yang gres lahr itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo’a ke hadapan Tuhan, memohon biar bayinya sanggup melihat. Kemudian dalam tidurnya wanita itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:
“Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan sekarang ia sudah sanggup melihat kembali, semua itu berkat do’amu yang tiada henti-hentinya.” Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu beliau masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak sejak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan kakak sulungnya mengunjungi banyak sekali kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan berguru hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat andal ra’yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak menyerupai murid lainnya, Bukhari tidak pernah menciptakan catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari membisu tidak menjawab. Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Makalah Konsep Manusia Dalam Islam. Berbicara dan berdiskusi perihal insan selalu menarik. Karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam artia tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai insan (Rif'at Syauqi Nawawi, 1996 : 1). Manusia merupakan makhluk yang paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan memiliki potensi yang agung.
Timbul pertanyaaan siapakah insan itu? Pertanyaan ini nampaknya amat sederhana, tetapi tidak gampang memperoleh tanggapan yang tepat. Biasanya orang menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan latar belakangnya, kalau seseorang yang menitik beratkan pada kemampuan insan berpikir, memberi pengertian insan yaitu "animal rasional", "hayawan nathiq" "hewan berpikir".
Al-Qur'an, mendudukan insan sebagai makhluk ciptaan Allah berupa jasmani dan rohani. Al-Qur'an memberi pola konseptual yang sangat mapan dalam memberi pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhani biar insan berkembang secara masuk akal dan baik. Al-Qur'an memberi keterangan perihal insan dari banyak seginya, untuk menjawab pertanyaan siapakan insan itu?.
Dapat disimpulkan bahwa insan yaitu makhluk fungsional yang bertanggungjawab, pada surat al-Mu'minun ayat 115 Allah bertanya kepada insan sebagai berikut : "Apakah kau mengira bahwa kami membuat kau sia-sia, dan bahwa kau tidak akan dikembalikan kepada Kami?"
Dari ayat ini, berdasarkan Ahmad Azhar Basyir, terdapat tiga penegasan Allah yaitu
manusia yaitu makhluk ciptaan Tuhan,
manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi berfungsi, dan
manusia jadinya akan dikembalikan kepada Tuhan, untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup di dunia ini, dan perbuatan itu tidak lain yaitu realisasi daripada fungsi insan itu sendiri.
Untuk mengaktualisasikan potensi di atas, diharapkan kemampuan dan kualitas insan yaitu kualitas iman, kualitas ilmu pengetahuan, dan kualitas amal saleh untuk bisa mengolah dan mengfungsikan potensi yang diberikan Allah kepada insan tersebut.
Makalah Model Integrasi Ilmu Dan Upaya Membangun Landasan Keilmuan Islam (Survey Literatur terhadap Pemikiran Islam Kontemporer). Awal munculnya pandangan gres perihal integrasi keilmuan dilatarbelakangi oleh adanya dualisme keilmuan antara ilmu-ilmu umum di satu sisi dengan ilmu-ilmu agama di sisi lain.
Dikhotomi ilmu yang salah satunya terlihat dalam dikhotomi institusi pendidikan - antara pendidikan umum dan pendidikan agama - telah berlangsung semenjak bangsa ini mengenal sistem pendidikan modern. Dikhotomi keilmuan Islam tersebut berimplikasi luas terhadap aspek-aspek kependidikan di lingkungan umat Islam, baik yang menyangkut cara pandang umat terhadap ilmu dan pendidikan, kelembagaan pendidikan, kurikulum pendidikan, maupun psikologi umat pada umumnya.
Berkenaan dengan cara pandang umat Islam terhadap ilmu dan pendidikan, di kalangan masyarakat Islam berkembang suatu kepercayaan bahwa hanya ilmu-ilmu agama Islam-lah yang pantas dan layak dikaji atau dipelajari oleh umat Islam, terutama bawah umur dan generasi mudanya. Sementara ilmu-ilmu sekuler dipandang sebagai sesuatu yang bukan pecahan dari ilmu-ilmu yang layak dan patut dipelajari.
Cara pandang dengan memakai perspektif oposisi biner terhadap ilmu secara ontologis ini, lalu berimplikasi juga terhadap cara pandang sebagian umat Islam terhadap pendidikan. Sebagian umat Islam hanya memandang lembaga-lembaga pendidikan yang berlabel Islam yang akan bisa mengantarkan bawah umur dan generasi mudanya mencapai cita menjadi Muslim yang sejati demi mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sementara itu, lembaga-lembaga pendidikan "umum" dipandang sebagai forum pendidikan sekuler yang tidak aman mengantarkan bawah umur dan generasi
A. Konsepsi perihal Ilmu-ilmu Ke-Islam-an
Berusaha memahami konseps ilmu-ilmu ke-Islam-an, pertama-tama harus dilacak terlebih dahulu pengertian dan hakikat ilmu secara umum. Pengertian dan hakikat ilmu semenjak usang menjadi materi polemik di kalangan filosof dan ilmuwan. Bahkan dalam konteks bahasa Indonesia, istilah "ilmu" seringkali dikacaukan dengan istilah "pengetahuan". Itulah sebabnya menjadi tidak gampang menawarkan definisi "ilmu". Yuyun Suriasumantri, mengartikan ilmu sebagai pengetahuan yang memiliki.
B. Hakikat Integrasi Keilmuan Ke-Islam-an
Menyusun dan merumuskan konsep integrasi keilmuan tentulah tidak mudah. Apalagi banyak sekali upaya yang selama ini dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi tinggi Islam, terutama di Indonesia, dengan cara memasukkan beberapa jadwal studi ke-Islam-an diklaim sebagai pecahan dari proses integrasi keilmuan. Dalam praktek kependidikan di beberapa negara, termasuk di Indonesia, integrasi keilmuan juga mempunyai corak dan jenis yang beragam. Lagi pula merumuskan integrasi keilmuan secara konsepsional dan filosofis, perlu melaksanakan kajian filsafat dan sejarah perkembangan ilmu, khususnya di kalangan pemikir dan tradisi keilmuan Islam.
C. Model-model Integrasi Keilmuan
Merumuskan model-model integrasi keilmuan secara konsepsional memang tidak mudah. Hal ini terjadi lantaran banyak sekali pandangan gres dan gagasan integrasi keilmuan muncul secara sporadis baik konteks tempatnya, waktunya, maupun argumen yang melatarbelakanginya. faktor yang terkait dengan gagasan ini juga tidak tunggal. Ada beberapa faktor yang terkait dengannya, yakni (1) sejarah perihal relasi sains
1. Model IFIAS
Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes of Advance Study) muncul pertama kali dalam sebuah seminar perihal "Knowledge and Values",
2. Model Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI)
Model yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI). muncul pertama kali pada Mei 1977 dan merupakan satu perjuangan yang penting dalam acara integrasi keilmuan Islam di Malaysia lantaran untuk pertamanya, para ilmuwan Muslim di Malaysia bergabung untuk, antara lain, menghidupkan tradisi keilmuan yang menurut pada pedoman Kitab suci al-Qur’an.
3. Model Islamic Worldview
Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamic worldview) merupakan dasar bagi epistemoligi keilmuan Islam secara menyeluruh dan integral.
4. Model Struktur Pengetahuan Islam
Model Struktur Pengetahuan Islam (SPI) banyak dibahas dalam banyak sekali goresan pena Osman Bakar, Professor of Philosophy of Science pada University of Malaya.
5. Model Bucaillisme
Model ini memakai nama salah seorang ahlki medis Perancis, Maurice.Bucaille, yang pernah menggegerkan dunia Islam dikala menulis suatu buku yang berjudul "La Bible, le Coran et la Science”, yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
6. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik
Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik berusaha menggali warisan filsafat Islam klasik. Salah seorang sarjana yang kuat dalam gagasan model ini yakni Seyyed Hossein Nasr.
7. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Tasawuf
Pemikir yang populer sebagai penggagas integrasi keilmuan Islam yang dianggap bertitik tolak dari tasawwuf ialah Syed Muhammad Naquib al-Attas2, yang lalu ia istilahkan dengan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization of Knowledge).
8. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Fiqh
Model ini digagas oleh Al-marhum Ismail Raji al-Faruqi4. Pada tahun 1982 ia menulis sebuah buku berjudul Islamization of Knowledge: General Principles and Work Plan diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought, Washinton.
9. Model Kelompok Ijmali (Ijmali Group)
Pendekatan Ijmali dipelopori oleh Ziauddin Sardar yang memimpin sebuah kelompok yang dinamainya Kumpulan Ijmali (Ijmali Group).
10. Model Kelompok Aligargh (Aligargh Group)
Model ini dipelopori oleh Zaki Kirmani yang memimpin Kelompok Aligargh University, India. Model Kelompok Aligargh menyatakan bahwa sains Islam berkembang dalam suasana ‘ilm dan tasykir untuk menghasilkan campuran ilmu dan etika. Pendek kata, sains Islam yakni sekaligus sains dan etika. Zaki Kirmani tetapkan model penelitian yang menurut berdasarkan wahyu dan taqwa. Ia juga membuatkan struktur sains Islam dengan memakai konsep paradigma Thomas Kuhn. Kirmani lalu menggagas makro paradigma mutlak, mikroparadigma mutlak, dan paradigma bayangan.
Makalah Strategi Pengembangan Budaya Agama Di Sekolah. Pendidikan dari segi bahasa ialah kata yang berasal dari bahasa arab “Tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata pengajaran dalam bahasa Arabnya ialah “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “Tarbiyah wa Ta’lim”. Sedangkan dalam bahasa inggris pendidikan ialah berasal dari kata “Education” yang mempunyai arti knowledge resulting from teacher or training.
Istilah Pendidikan ialah proses untuk menawarkan insan banyak sekali macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Adapun pengertian pendidikan islam ialah proses pembimbingan, pembelajaran, dan atau training terhadap insan supaya nantinya menjadi orang islam yang berkehidupan serta bisa melaksanakan peranan dan tugas-tugas sebagai muslim.
Pendidikan Islam merupakan suatu pendidikan yang melatih perasaan siswa sehingga sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan terhadap segala pengetahuan, dipengaruhi nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam. Pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup insan dalam segala aspek kehidupan.
Strategi Mengembangkan Budaya Agama di Sekolah
Ada beberapa duduk perkara fundamental yang perlu dipertimbangkan tatkala mengagendakan rencana pengembangan pendidikan agama Islam diantaranya ialah:
Stigma keterpurukan bangsa, yang berakibat kurangnya rasa percaya diri.
Eskalasi konflik, yang di satu sisi merupakan unsur dinamika sosial, tetapi di sisi lain mengancam keharmonisan. Bahkan integrasi sosial baik lokal, nasional, regional maupun internasional.
Krisis moral dan etika, yang melanda kehidupan bangsa kita dalam banyak sekali tataran administratif pemerintahan sentra atau daerah, dalam banyak sekali sektor.
Pudarnya identitas bangsa, terutama berhadapan dengan hegemoni dunia yang unggul baik dari aspek politik, sosial maupun kultural.
Meskipun bergotong-royong dalam tata relasi global diharapkan prinsip interdependensi antara negara-negara dunia, kesepakatan politik bebas aktif mulai canggung, kesatuan dan persatuan bangsa (budaya dan sosial) mengalami keretakan.
Dari duduk perkara fundamental tersebut di atas, pendidikan agama Islam di sekolah ataupun di masyarakat perlu diorientasikan pada beberapa hal diantaranya:
1. Pengembangan sumber daya insan (SDM)
Keterpurukan bangsa bisa diobati dan disembuhkan dengan tersedianya SDM yang tangguh, cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual, mempunyai pengabdian dan disiplin, jujur, tekun, ulet, dan inovatif.
2. Arah pendidikan agama Islam multikulturalis
Yakni, pendidikan Islam perlu dikemas dalam tabiat multikultural, ramah menyapa perbedaan budaya, sosial, dan agama.
Pendidikan multikultural merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan latarbelakang budaya siswa yang bermacama-macam dipakai sebagai perjuangan untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Yang demikian dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan dan demokrasi.
Ada pula yang menyampaikan pendidikan multikultural ialah sebuh ilham atau konsep, sebuah gerakan pembaharuan pendidikan dan proses. Konsep ini muncul atas dasar bahwa semua siswa, tanpa menghiraukan jenis dan statusnya, punya kesempatan yang sama untuk berguru di sekolah formal.
3. Mempertegas misi
untuk menyempurnakan kemuliaan adat sebagai misi utama Rasulullah saw.
4. Melakukan spiritualiasi tabiat kebangsaan
termasuk spiritualisasi banyak sekali hukum hidup untuk membangun bangsa yang beradap. Pada yang terakhir ini sekaligus mengandung makna perlunya pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Pengembangan pendidikan agama Islam sebagai budaya sekolah tidak bisa dilepaskan dari kiprah para pencetus kehidupan keagamaan di sekolah. Meminjam teori Philip Kotler (1978) bahwa terdapat lima unsur dalam melaksanakan gerakan perubahan di masyarakat, termasuk masyarakat sekolah, yang di singkat 5 C. Kelima hal tersebut yaitu:
Causes, sebab-sebab yang bisa menjadikan perubahan. Antara lain berupa ideas (gagasan atau cita-cita) atau pandangan dunia dan atau nilai-nilai. Hal itu biasanya dirumuskan dalam visi, misi, motif atau tujuan yang dipandang bisa menawarkan tanggapan terhadap problem yang dihadapi.
Change agency, yakni pelaku perubahan atau tokoh-tokoh yang berada di balik agresi perubahan dan pengembangan.
Change sasaran (sasaran perubahan), ibarat individu, kelompok atau forum yang ditunjuk sebagai sasaran upaya pengembangan dan perubahan.
Channel (saluran), yakni media untuk memberikan imbas dan respons dari setiap pelaku pengembangan ke sasaran pengembangan dan perubahan.
Change strategy, yakni teknik utama memengaruhi yang diterapkan oleh pelaku pengembangan dan perubahan untuk menjadikan dampak pada sasaran-sasaran yang dituju.
Strategi pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah, berdasarkan Koentjaraningrat (1974) wacana wujud kebudayaan, meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran. Yaitu, tataran nilai yang dianut, tataran praktek keseharian, dan tataran simbol-simbol budaya. Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah. Selanjutnya, dibangun kesepakatan dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati.
Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud relasi insan atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal berwujud relasi insan atau warga sekolah dengan sesamanya (habl min an-nas), dan relasi mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dalam tataran praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan sikap keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut sanggup dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan sikap ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah.
Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut.
Ketiga, donasi penghargaan terhadap prestasi warga sekolah, ibarat guru, tenaga kependidikan, dan penerima didik sebagai perjuangan adaptasi (habit formation) yang menjunjung sikap dan sikap yang kesepakatan dan loyal terhadap aliran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi, tetapi juga dalam arti sosial, kultural, psikologis, ataupun lainnya.
Makalah Pendekatan Agama. Sejak Islam menjadi sorotan dan kajian para orientalisme Barat remaja ini, fakta empiris yang dihadapi oleh sebagian besar ummat islam dibelahan dunia ialah munculnya sebuah polemik dan problem (masalah) dalam memahami otentisitas anutan Islam dan orisinalitas wahyu sebagai sumber kebenaran universal. Sehingga realitas yang muncul ialah fenomena keberagamaan masyarakatnya mengalami pergeseran bahkan kemunduran yang cukup signifikan, terbukti dengan banyaknya fakta realis ummat Islam dalam kontek aplikatif keagamaan dan sosial cenderung mengenyampingkan aspek-aspek esensi anutan agamanya.
Oleh alasannya ialah itu mempelajari Islam secara komprehensif dan terintegral ialah menjadi hal yang mutlak wajib bagi penganutnya. Mengingat akar dari kesesatan dan minimnya pengamalan anutan Islam ialah alasannya ialah Ummatnya kurang memahami Islam dengan seluruh konsep ajarannya sebagai agama yang membawa maslahat bagi seluruh ummat insan bukan hanya bagi penganutnya, melainkan bersifat universal dan operasionalisasi tuntunannya fungsional dalam konteks waktu dan kondisi yang tidak terbatas.
Berangkat dari kondisi di atas, kalangan ilmuwan, peneliti-peneliti agama dan pemerhati Studi Agama, telah melaksanakan upaya pendekatan terhadap fenomena agama yang dianggap cukup strategis saat sebuah anutan agama ingin dicari lokus nilai-nilai kebenarannya. Karena pendekatan tersebut menguak hal-hal yang paling esensi dari tradisi-tradisi keberagamaan yang bisa jadi selama ini hanya sebatas fenomena ritualitas pemeluknya tanpa pernah dikuak apakah makna dan maksud yang tersembunyi dari perintah maupun larangan Allah SWT. Meski secara de facto, ajaran-ajaran yang disampaikan melalui Al-Qur’an dan As-sunnah tidak terbantahkan, namun pesan dan petunjuk yang ada harus bisa ditangkap dan dicerna secara baik dan rasional bila hal-hal yang transenden sekalipun didekati dan dipahami secara fenomenologis.
Hal ini memunculkan aneka macam macam cara pandang, pendekatan, metode dan seni administrasi untuk bisa memahami dan mencari sebuah konsep pemahaman yang dianggap paling pas dan ideal bagi sebuah bangunan doktrin agama Islam, relevan dengan kebutuhan ummat Islam sendiri dan selanjutnya bisa mengantarkan cara pandang yang strategtis, komplek, terintegral dan syarat makna.
Namun sayangnya pendekatan-pendekatan yang ada justru masih bersifat parsial, sempit, terkotak dan hampir tidak menyentuh integralitas anutan alasannya ialah hanya berbicara dan meneliti agama dalam satu topik dan cara pandang tertentu. Dalam hal ini pendekatan-pendekatan tersebut antaranya Pendekatan teologis normatif merupakan upaya memahami agama dengan memakai kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu doktrin bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
Pendekatan antropologis, memandang dan memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dalam artian cara-cara yang dipakai dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu duduk kasus dipakai pula untuk memahami agama. Selanjutnya ialah pendekatan sosiologis, ilmu ini menggambarkan ihwal keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta aneka macam tanda-tanda sosial lainnya yang saling berkaitan.
Cara kerja ilmu inilah yang dipakai dalam mengungkap hikmah-hikmah yang terdapat dalam pesan-pesan wahyu yang masih belum spesifik. Selanjutnya ialah pendekatan historis, yang mengajak seseorang menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan ini dalam memahami agama diharapkan terutama alasannya ialah agama turun berkaitan dengan situasi yang nyata dan erat hubungannya dengan kondisi sosial masyarakat.
Pendekatan ini mengajak seseorang untuk memasuki keadaan yang merupakan penerapan suatu peristiwa. Pendekatan kebudayaan, sesuai dengan makna budaya sebagai hasil daya cipta insan maka budaya telah dipakai sebagai blue print kerangka pola memecahkan duduk kasus yang dihadapi. Adapun untuk memahami agama, agama dalam hal ini tampil dalam bentuk formal yang menggenjala dalam masyarakat. Pendekatan psikologi, dipakai untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan sesorang juga sanggup dipakai sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya.
Dan Fenomenologi sendiri ialah suatu bentuk pendekatan keilmuan yang berusaha mencari hakekat atau esensi dari apa yang ada di balik segala macam bentuk manifestasi agama dalam kehidupan insan di bumi.
Langkah Operasional Fenomenologi Agama
Setidaknya ada enam langkah atau tahapan pendekatan fenomenologi dalam studi agama yang ditawarkan oleh Geradus Van der Leeuw dalam bukunya “Religion in essence and manifestation: A study in phenomenology of religion”:
Mengklasifikasikan fenomena keagamaam dalam kategorinya masing-masing ibarat kurban, sakramen, tempat-tempat suci, waktu suci, kata-kata atau goresan pena suci, ekspo dan mitos. Hal ini dilakukan untuk sanggup memahami nilai dari masing-masing fenomena.
Melakukan interpolasi dalam kehidupan eksklusif peneliti, dalam arti seorang peneliti dituntut untuk ikut membaur dan berpartisipasi dalam sebuah keberagamaan yang diteliti untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman dalam dirinya sendiri.
Melakukan “epochè” atau menunda evaluasi (meminjam istilah Husserl) dengan cara pandang yang netral.
Mencari hubungan struktural dari isu yang dikumpulkan untuk memperoleh pemahaman yang holistik ihwal aneka macam aspek terdalam suatu agama.
Tahapan-tahapan tersebut berdasarkan Van der Leeuw secara alami akan menghasilkan pemahaman yang orisinil berdasarkan “realitas” atau manifestasi dari sebuah wahyu.
Fenomenologi tidak berdiri sendiri (operate in isolation) akan tetapi berafiliasi dengan pendekatan-pendekatan yang lain untuk tetap menjaga objektivitas.
Makalah Studi Kebijakan Pendidikan Agama Islam. Masalah pendidikan, berdasarkan Malik Fajar, ialah kasus yang tidak pernah tuntas untuk dibicarakan, alasannya itu menyangkut duduk kasus insan dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada eksistensi fitrinya. Persoalan-persoalan yang dihadapi dunia persoalan pendidikan yang memenuhi agenda.
Makin usang makin terang bahwa organisasi-organisasi internasional itu mencerminkan apa yang terjadi di semua Negara di dunia. Hampir tidak ada satu Negara pun sampaumur ini dimana pendidikan tidak merupakan topik utama yang diperdebatkan.
Bagaimana dengan pendidikan Islam di Indonesia? Pendidikan Islam di Indonesia, sama nasibnya. dan secara khusus pendidikan Islam menghadapi aneka macam duduk kasus dan kesenjangan dalam aneka macam aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa duduk kasus dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta administrasi pendidikan Islam.
Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan forum pendidikan Islam belum dikelola secara professional.
Usaha pemerintah untuk memperbaiki pendidikan Islam di Indonesia sanggup kita lihat janji mereka dalam penyusunan UU Sisdiknas 2003, walaupun ada sebagian Pasalnya, pemerintah belum merealisasikan secara konsisten, misalnya Pasal 49 ayat 1 wacana anggaran pendidikan , oleh alasannya itu makalah ini akan membahas posisi pendidikan agama (Islam) dalam UU Sisdiknas 2003.
Pengertian Pendidikan, Pendidikan Nasional, dan Pendidikan Islam
1. Pendidikan berdasarkan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (1) adalah:
Usaha sadar dan terjadwal untuk mewujudkan suasana mencar ilmu dan proses pembelajaran semoga penerima didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, adat mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Pendidikan Nasional berdasarkan UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat (2) adalah:
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam ialah acara yang dilaksanakan secara terjadwal dan sistematis untuk berbagi potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama Islam.
Seminar pendidikan islam cipayung (7-11 mei 1960)
Pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani berdasar pedoman Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua pedoman Islam.
MUHAMMAD FADHIL AL-DJAMALY (1967):
Pendidikan Islam ialah proses yang mengarahkan insan kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kehidupannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan asuh (pengaruh dari luar) yang dimiliki dan diterimanya.
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAEBANY (1979)
Pendidikan Islam ialah suatu perjuangan untuk mengubah tingkah laris individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi nilai-nilai Islami.
RECOMMENDATIONS OF THE INTERNATIONAL SEMINAR ON ISLAMIC EDUCATION CONCEPTS & CURRICULA ISLAMABAD (15-20 MARET 1980)
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan langsung insan secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, nalar pikiran, kecerdasan, perasaan serta panca indera yang dimilikinya.
Zakiah Daradjat
Pendidikan Islam ialah pembentukan kepribadian muslim. Atau perubahan perilaku dan tingkah laris sesuai dengan petunjuk pedoman Islam.
Muhammad Quthb
Pendidikan Islam ialah perjuangan melaksanakan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam acara di bumi ini.
Laporan Hasil Wordl Conference on Muslim Education yang pertama di Mekkah tanggal 31 Maret hingga 8 April 1977, disebutkan:
Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the pembinaan of mans spirit, intellect, the rational self, feelings, and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, linguistic both individually and collectively and motivate all these aspects towards goodness and the attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.
Pendidikan seharusnya bertujuan menjadikan pertumbuhan kepribadian total insan secara seimbang, melalui latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan, dan kepekaan badan manusia. Oleh alasannya itu, pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan insan dalam aspeknya: spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual maupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan selesai pendidikan Muslim terletak pada realitas kepasrahan mutlak kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada umumnya ).
Dari definisi-definisi di atas, baik yang dikemukakan UU Sisdiknas 2003 maupun para tokoh pendidikan, sanggup disimpulkan bahwa tujuan selesai pendidikan Islam ialah pembentukkan tingkah laris islami (akhlak mulia) dan kepasrahan (keimanan) kepada Allah berdasarkan pada petunjuk pedoman Islam (Al-Qur’an dan Hadis).
Pengertian Pembelajaran Probing–prompting. Probing yakni penyelidikan dan pemeriksaan, sedangkan prompting yakni mendorong atau mendukung. Pembelajaran probing-prompting yakni pembelajaran dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa sehingga sanggup melejitkan proses berpikir yang bisa mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan gres yang sedang dipelajari.
Pembelajaran probing-prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada dikala pembelajaran ini disebut probing question. Probing question yakni pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapat tanggapan lebih dalam dari siswa yang bermaksud untuk membuatkan kualitas jawaban, sehingga tanggapan selanjutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan.
Probing question sanggup memotivasi siswa untuk memahami suatu kasus dengan lebih mendalam sehingga siswa bisa mencapai tanggapan yang dituju. Selama proses pencarian dan inovasi tanggapan atas kasus tersebut, mereka berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki dengan pertanyaan yang akan dijawab.
Langkah-langkah Pembelajaran Probing-prompting
Langkah-langkah pembelajaran probing-prompting dijabarkan melalui 7 (tujuh) tahapan teknik probing yang kemudian dikembangkan dengan prompting sebagai berikut :
Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
Menunggu beberapa dikala untuk memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan tanggapan atau melaksanakan diskusi kecil dalam merumuskan permasalahan.
Guru mengajukan problem yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
Menunggu beberapa dikala untuk memperlihatkan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan tanggapan atau melaksanakan diskusi kecil.
Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
Jika tanggapan tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain wacana tanggapan tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam aktivitas yang sedang berlangsung. Namun, kalau siswa tersebut mengalami kemacetan tanggapan atau tanggapan yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban. Kemudian, guru memperlihatkan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga siswa sanggup menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang diajukan pada langkah keenam ini sebaiknya diberikan pada beberapa siswa yang berbeda supaya seluruh siswa terlibat dalam aktivitas probing-prompting.
Guru mengajukan pertanyaan simpulan pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
Kelebihan dari pembelajaran probing-prompting
Mendorong siswa berpikir aktif.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang terang sehingga guru sanggup menjelaskan kembali.
Perbedaan pendapat antara siswa sanggup dikompromikan atau diarahkan pada suatu diskusi.
Pertanyaan sanggup menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang ngantuknya.
Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Kekurangan dari pembelajaran probing-prompting
Siswa merasa takut, apalagi guru kurang sanggup mendorong siswa untuk berani dengan membuat suasana yang tidak tegang melainkan akrab.
Tidak gampang membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan gampang dipahami siswa.
Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak sanggup menjawab pertanyaan hingga dua, atau tiga orang.
Jumlah siswa yang banyak mustahil cukup waktu untuk memperlihatkan pertanyaan kepada setiap siswa.
Cara mengatasi kekurangan dari pembelajaran probing-prompting
Untuk menghindari siswa yang takut, sebaiknya guru memperlihatkan pernyaan dengan wajah ramah, nada yang lembut dan senyuman. sehingga tercipta suasana nyaman dan tidak tegang.
Guru bisa membentuk kelompok secara heterogen untuk meminimalisir siswa supaya siswa gampang dalam memahami pertanyaan dan bisa menjawab serta peggunaan waktu yang tidak banyak terbuang.
Selain menjadi agama ukhrowi, islam yaitu agama yang juga memperhatikan kehidupan yang bersifat duniawi. Ajaran islam mengarahkan insan pada satu prinsip nilai kebajikan biar sanggup lebih dekat dengan tuhannya dengan tanpa mengenyampingkan sedikit pun nilai duniawinya. Didalam agama islam juga ada bermacam-macam norma-norma kehidupan yang mengatur tatanan keduniaan bagi manusia.
Gambaran yang terang mrngenai konsep tersebut sanggup tampak sekali di dalam al-Qur'an, yang dengan tegas menghimabau -di samping juga memelihara urusan akhirat- insan biar tidak melupakan urusan dunianya, Allah I berfirman:
"Raihlah apa yang Allah berikan padamu berupa kehidupan darul abadi dan jangan lupakan bagianmu berupa dunia"
Semua hal itu akan gamblang sekali bila kita juga merujuk kembali pada lteratur-literatur karya ulama' dan cendekiawan muslim pada beberapa era silam, yang sejatinya mereka menyerap semua ilmu pengetahuan tersebut dari al-Qur'an dan al-Hadits. Perkembangan fenomenologis ilmu pengetahuan dan institusi-institusi pendidikan islam berawal dari abad-abad pertengahan antara tahun 750 M hingga 1350 M.
Dimana pada masa saat raja-raja Eropa menyewa guru-guru untuk mengajarkan cara menulis, institusi pendidkan islam justru tengah memelihara, memodifikasi, dan menyempurnakan kebudayaan-kebudayaan klasik melalui perguruan dan pusat-pusat riset di bawah para lindungan penguasa yang mempunyai wawasan keilmuan. Hingga hasil dari kejeniusan tersebut menjangkau wilayah Latin Barat melalui penerjemahn versi bahasa Arab atas karya-karya klasik cendekiawan muslim mulai dari kedokteran, filsafat, geografi, sejarah, tekhnologi, dan disiplin ilmu-ilmu lainnya.
Selain itu juga banyak kesenian dan kebudayaan islam yang berkembang dan besar lengan berkuasa di selain tanah kelahirannya. Warisan khazanah keislaman menjelajah jauh dari benua Eropa hingga ke Benua Asia hingga ke Indonesia ini. Kita sanggup melihat masjid agung Cordova di Spanyol, Taj Mahal di Hindia dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Indonesia sebagai warisan dari para penyebar agama islam waktu itu, atau yang kita juluki dengan Wali Sanga.
Ilmu pengetahuan islam
Tersebarnya agama islam di segala penjuru menimbulkan islam itu sendiri berbaur dengan kebudayaan aneh ditanah taklukannya. Kita tahu betapa donasi dari orang-orang persia -meski bukan Arab- sangat besar sekali di dalam dunia ilmu intelektual islam, sebut saja Ahmad al-Khawarizmi dari Khiva. Karya-karyanya telah memperlihatkan donasi penting, bukan hanya bagi orang-orang islam dikala itu, tapi juga terhadap pendidikan Barat, yang boleh jadi alasannya dialah orang-orang Barat mengenal istilah aljabar. Bahkan kata logaritma [istilah dalam perhitungan] ternyata di adopsi dari nama al-Khawarizmi [algorism, berdasarkan Barat] yang mereka juluki Bapak matematika [bukan Isaac Newton menyerupai yang diklaim orang Barat sekarang].
Islam juga sangat berperan terhadap dunia kedokteran Barat. Diantara penulis ilmu kedokteran yang terbesar yaitu Imam ar-Razi, lebih dikenal sebagai Razhes [865-925], seorang cendekiawan muslim Persia, lahir di Rayy. Rhazes mencar ilmu di Baghdad di bawah tradisi hebat kedokteran Hunain ibnu Ishaq. Disamping ar-Razi, pakar kkedokteran yang lain yaitu Imam Ibnu Sina, atau Avicenna, yang juga seorang filosuf [980-1037]. Didalam ilmu kedokteran beliau menyebarkan ilmu pengetahuan Hippocrate dan Galen maupun fisafat Aristoteles dan Plato. Ia telah banyak memperlihatkan gagasan yang menjadi bab dari ajaran filsafat yang pendidikan di Barat. Dalam ilmu kedokteran inilah dnia Islam dan Eropa berhutang kepadanya, suatu hutang yang tak terhitunng, sebagai seorang peneliti ilmu pengobatan klinis terbesar dalam Islam.
Dan masih mengenai ilmu kedokteran, kalau selama ini pendapat yang diyakini bahwa teori mengenai sirkulasi paru-paru -- kaitan antara pernapasan dan peredaran darah -- ditemukan oleh ilmuwan Eropa mulai era ke-16, yang penggiatnya berturut-turut mulai dari Servetus, Vesalius, Colombo, dan terakhir Sir William Harvey dari Kent, Inggris, ternyata penelusuran sejarah lebih lanjut dengan meneliti banyak sekali manuskrip dan objek sejarah lain, maka kejelasan mulai diungkapkan: penemu sirkulasi paru-paru yaitu Ibnu Al-Nafis, ilmuwan Muslim era ke-13.
Adalah Dr. Muhyo Al-Deen Altawi, fisikawan Mesir, yang mulai menyusur kanal-kanal sejarah semenjak tahun 1924. Ia menemukan sebuah goresan pena berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna di perpustakaan nasional Prussia, Berlin (Jerman). Saat itu, ia tengah mencar ilmu mengenai sejarah Kedokteran Arab di Albert Ludwig's University Jerman.
Seni kebudayaan dalam islam
Seni dan sastra mulai berkembang di masa keemasan islam dan sangat besar lengan berkuasa atas perkembangan sastra dan kebudayaan bagi generasi sesudahnya. Pada era tersebut banyak sekali para sastrawan dan penyair berlomba-lomba menampilkan kemahirannya dalam bahasa dan puisi-puisi, di antara mereka semisal sastrawan Persia, Firdausi [akhir era kesebelas]. Keakraban Firdausi dengan kesusutraan Pahlavi dan Arab serta sejarah umum, menghasilkan puisi-epiknya dalam jumlah yang sangat besar [60.000 syair] Shah Namah [Book of King], merupakan ide bagi epiknya yang belakangan, didaktik, mistik, romantik, dan puisi-puisi liris.
Islam tidak sanggup menegakkan dirinya di Spanyol, akan tetapi islam banyak menanam seni dan kebudayaan di negeri itu khususnya dan Eropa pada umumnya. Maka saat orang muslim diusir dari tanah Eropa, maka pada era ketiga belas inilah mereka berusaha menebus kekalahannya dengan berpindah dari Eropa dan bergeraka keAsia tenggara, yakni Malaysia, Jawa, Sumatra, beberapa bab di Indonesia, dan beberapa pulau di Pasifik, termasuk Filipina.
Dan di tanah barunya inilah orang-orang Islam melebarkan kembali sayap nya, seni dan kebudayaanya sebagaimana di Eropa, dan Islam ternyata mendapat apresisai yang baik disini.
Yang selanjutnya islam dengan sendirinya berkembang di dunia belahan timur berkat tangan-tangan para da’i yang kala itu banyak berasal dari para tokoh yang ada di Timur Tengah. Tersebarnya agama islam di bab timur bermula dari sebssuah proses asimilasi para penyebarnya dengan budaya dan kultur masyarakat setempat, kalau memang tidak bertentangan dengan syariat islam. Oleh alasannya itu tidak salah kalau di Indonesia sendiri banyak budaya dan seni dari agama Hindu-Budha yang di adopsi dan di sesuaikan dengan hukum islam -semisal tahlilan- tanpa menghapus identitas budaya itu sendiri.
Seni dan iptek di dalam agama islam akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan contoh pikir insan terhadap perubahan waktu dan masa. Dan yang terpenting bagi kita yaitu bagaimana mengisi perubahan itu, dan memperlihatkan donasi terhadap agama islam sebagaimana tugas dari para ulama’ dan cendekiawan muslim masa lalu.