Showing posts with label SDM. Show all posts
Showing posts with label SDM. Show all posts

Monday, 14 October 2019

Jadi Berakal Fungsi Santunan Kkg Pai Untuk Meningkatkan Kualitas Guru


Bidang penilaian atau penilaian pendidikan merupakan aspek yang tidak kalah penting untuk dikembangkan di masa depan. Salah satu kompetensi yang harus dikuasai seorang guru yakni keterampilan dalam merancang dan melakukan penilaian, baik yang menyangkut ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik).

Berdasarkan fakta yang ada, masih banyak guru termasuk Guru PAI yang masih perlu dilatih dalam bidang penilaian pendidikan, khususnya penilaian sikap.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas Guru PAI dalam memahami banyak sekali kompetensi yakni pemberdayakan KKG PAI yang ada di kabupaten/kota KKG merupakan kelompok kerja atau musyawarah guru yang difungsikan sebagai wadah untuk menyebarkan profesionalisme guru.

Kelompok ini dipandang sangat strategis dan perlu terus diberdayakan guna terwujudnya guru yang professional. Oleh alasannya yakni itu, Direktorat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama memprogramkan pemberdayaan KKG PAI dengan keinginan meningkatnya motivasi para guru PAI dalam pengembangan kompetensi dan profesionalisme.

Agar kiprah KKG sebagai kelompok atau organisasi profesional maksimal maka harus diberdayakan pada segala bidang, menyerupai dari segi pengelolaan atau management, perencanaan program, pelaksanaan program, penilaian program, pengembangan program, dan seni administrasi training GPAI, sehingga sebagai kepanjangan tangan Kementerian Agama dalam Sosialisasi Kebijakan Pemerintah menjadi lebih bermakna.

Melihat kiprah KKG PAI SD tingkat Kab/Kota sangat strategies dalam upaya pengembangan dan peningkatan kompetensi guru PAI SD, maka Direktorat Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendidikan Islam merasa perlu untuk memberi support kepada organisasi profesi tersebut biar lebih berdaya dan memberi pencerahan kepada KKG PAI SD biar lebih berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya, yaitu melalui Pemberian Dana Bantuan Pemberdayaan KKG PAI SD Tingkat Kabupaten/Kota.

Pemberian dana bantuan pemberdayaan KKG PAI SD ini didasari oleh beberapa alasan, antara lain :

Pertama
Keberadaan KKG PAI SD tingkat Kab/Kota di seluruh Indonesia hingga dengan ketika ini belum berfungsi dan berperan sebagaimana yang diharapkan. Kendalanya, antara lain KKG tidak mempunyai sumber pendanaan yang bisa menggerakkan agenda maupun acara yang telah dibentuk masing-masing. KKG juga pada umumnya tidak mempunyai sarana, peralatan, maupun media pembelajaran yang diharapkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan dalam KKG.

Kedua
Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 Bab II Pasal 2 perihal Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan mengamanatkan biar pengelolaan Pendidikan Agama Islam bisa membentuk insan Indonesia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia dan bisa menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intra dan antar umat beragama.

Pendidikan Agama Islam juga diharapkan bisa mewujudkan berkembangnya kemampuan penerima didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Agama Islam yang menyelaraskan penguasaan dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sesuai amanat pasal 3, dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Dan pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 bab ketiga pasal 3 ayat 2 yang lain disebutkan bahwa setiap penerima didik pada sekolah berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya.

Ketiga
Untuk mewujudkan tujuan dan fungsi Pendidikan Agama Islam (PAI) di SD perlu dipersiapkan suatu pengelolaan PAI yang betul-betul terencana, terarah, sesuai kebutuhan dan potensi sekolah, sehingga berdampak positif terhadap hasil berguru penerima didik.

Pengelolaan hasil pembelajaran PAI yang berkualitas dipengaruhi oleh banyak sekali faktor di antaranya : kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, tata kelola, dan penerima didik itu sendiri. Dari sekian banyak faktor, pendidik atau guru yakni faktor yang paling dominan, alasannya yakni dalam proses pembelajaran guru atau pendidik merupakan subject dan pelaku utamanya.

Keempat
Peran dan fungsi guru dalam system dan proses pendidikan sangat penting. Karena itu, Undang-undang No. 14 Tahun 2005 perihal guru dan dosen mensyaratkan biar guru pada setiap satuan pendidikan minimal berkualifikasi S.1 atau D.4.

Di samping itu, guru wajib lulus mengikuti agenda sertifikasi untuk memastikan bahwa guru tersebut professional. Bagi guru PAI yang sudah berkualifikasi S.1 dan sudah lulus sertifikasi, pada tahap berikutnya mempunyai kewajiban untuk setiap ketika meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kompetensinya sehingga terjamin kinerjanya tetap baik sesuaidengan kebutuhan dan perkembangan.

Kelima
Secara eksplisit tujuan pendidikan nasional begitu luas, ideal, dan nuansa agamisnya sangat kuat. Hal tersebut, memposisikan pentingnya PAI, sekaligus menempatkan guru agama khususnya guru mata pelajaran PAI di SD pada peran, fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang relative lebih berat dibanding guru mata pelajaran lainnya.

Pembelajaran PAI tidak hanya sekedar menawarkan pengetahuan, tetapi lebih dari itu harus bisa menanamkan dan membiasakan sikap, karakter, kepribadian, dan prilaku terpuji. Karena itu pula, guru PAI perlu mempunyai kesadaran dan keikhlasan yang lebih pula untuk menjalankan instruksi etiknya sebagai guru, terutama kesadaran untuk menyebarkan dan meningkatkan mutu profesinya baik dilakukan secara sendiri-sendiri atau bahu-membahu dengan guru PAI lainnya.

Keenam
Peraturan Menteri Agama RI Nomor : 16 Tahun 2010 perihal Pengelolaan Pendidikan Agama di Sekolah, mengamanatkan biar guru agama (PAI) mempunyai sejumlah kompetensi yang mencakup 6 (enam) kompetensi, yaitu : Kompetensi pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, Kompetensi professional, Kompetensi kepemimpinan, dan Kompetensi spiritual. Dengan adanya kompetensi tersebut, diharapkan guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer of knowledge, tetapi juga sebagai qudwah hasanah yang digugu dan ditiru sikap dan perilakunya sebagai cerminan pengejawantahan nilai-nilai fatwa Islam.

Ketujuh
ecara kuantitas jumlah Guru PAI SD yang berstatus PNS dan Non PNS, secara nasional kurang lebih ada 127.797 orang. Secara kualitas, kondisi Guru PAI ketika ini pada umumnya relatif masih rendah, dan harus terus ditingkatkan. Kualitas yang dimaksud, antara lain wawasan dan kompetensi sebagai Guru PAI, serta kompetensi dalam menyebarkan RPP, menyebarkan materi ajar, implementasi pembelajaran, dan kemampuan mendesain instrumen penilaian pembelajaran.

Dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah perihal Kurikulum-2013 ketika ini, guru dituntut haruslebih kreatif, inovatif, dan profesional. Guru harus bisa mendesain perencanaan, melakukan dan menciptakan penilaian yang lebih baik dibanding dengan guru masa kemudian sebelum diberlakukannya Kurikulum-2013.

Kedelapan
Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI secara teknis telah menetapkan bahwa perlu ada agenda berkelanjutan perihal training terhadap guru PAI SD terkait dengan peningkatan wawasan dan kompetensinya yang diformat sesuai dengan tujuan pembelajaran PAI, kebutuhan guru PAI, dan juga situasi, kondisi, dan potensi yang berkembang di sekolah. Program training berkelanjutan dimaksud yakni pemberian pertolongan operasional dalam rangka memberdayaan dan pencerahan bagi KKG PAI SD tingkat Kab/Kota.

Tuesday, 1 October 2019

Jadi Pintar 4 Kompetensi Guru Yang Harus Ditingkatkan


Visi Indonesia ialah terwujudnya Indonesia yang jujur, mandiri, berkepribadian, dan berlandaskan gotong royong. Dalam hal ini, visi Pendidikan Islam ialah terwujudnya siswa yang cerdas, religius, kompetetif, demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang sanggup bangkit diatas kaki sendiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Berdasarkan visi tersebut, Kementerian Agama menurunkan menjadi misi yang bermuara pada tiga pilar, menyerupai pemerataan saluran pendidikan, peningkatan mutu, tata kelola dan akuntabilitas. Program-program yang ada pada Ditjen Pendidikan Islam diubahsuaikan dengan misi tersebut.

"Beberapa tahun yang akan datang, terdapat perubahan nomenklatur pada PAI. PAI akan diperluas, bukan hanya pada sekolah, melainkan pada forum lain menyerupai LAPAS, Akademi Militer, Kelautan, dan kursus," tegas Ishom. Dalam konteks PAI, Ishom memberikan bahwa guru harus memahami beberapa regulasi yang berkaitan dengan dirinya.

Guru ialah pendidikan profesional, bukan ilmuwan yang meneliti dan membuatkan ilmu. Pintar belum tentu menguasai kemampuan mengajar yang baik, akhirnya harus mengetahui tatacara mengajar yang baik, keterampilan mengajar harus sering di-update. Kompetensi guru, dalam hal ini, yang harus dikembangkan ialah kompetensi pedagogik. "Guru harus benar-benar paham dalam membuatkan pembelajaran," lanjut Ishom. Sekarang ini, kita krisis guru yang cerdas mengajar. Kompetesi pedagogik sekarang menjadi hal yang menjadi sorotan terutama berkaitan dengan degradasi kompetensi ini.

Penguasaan materi penting juga dengan memperbaharui ilmu yang akan diajarkan oleh guru. Materi yang diajarkan juga harus selalu di-update, lantaran ilmu pengetahuan mengalami perkembangan sesuai perubahan zaman. Kemampuan ini termasuk pada pengembangan kompetensi profesional. Selain itu, kompetensi kepribadian terutama integritas dalam keilmuan harus ditingkatkan. Kompetensi sosial dituntut pula untuk ditingkatkan.

Revolusi mental di Kemenag dikembangkan dengan 5 budaya kerja, yaitu integritas, kreatifitas, inovasi, tanggung jawab, dan keteladanan.

Jadi Cerdik Kualitas Guru Tidak Hanya Mengandalkan Kejujuran


Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukan hanya sekadar peningkatan faktor kejujuran saja, tetapi ada faktor lain yang perlu diperhatikan oleh permerintah sentra dan kawasan yakni faktor kesiapan guru, meskipun kejujuran dinilai penting, tetapi kualitas guru juga harus ditingkatkan. Karena, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tugas seorang guru sangat penting dalam hal berkomitmen untuk mencerdaskan anak bangsa. Jadi, guru selain punya ilmu, harus punya akad juga sehingga mempunyai prinsip untuk mencerdaskan anak bangsa.

Dalam dunia pendidikan, guru menduduki posisi terdepan dalam transfer pengetahuan, penyampaian informasi, dan pengembangan karakter. Guru melaksanakan interaksi pribadi dengan akseptor didik melalui pembelajaran. Kualitas guru sebagai pendidik sangat memilih kualitas dan efektivitas pembelajaran.

Dalam cakupan yang lebih tinggi lagi, guru sebagai pendidik memilih kualitas berjalannya sistem pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan, kuncinya ialah meningkatkan kualitas guru terlebih dulu sebab kualitas sistem pendidikan mustahil melebihi kualitas guru, sistem pendidikan yang terbaik lebih mengutamakan mutu guru ketimbang ukuran rombongan belajar.

Begitu banyak sekolah-sekolah dengan lokal dan sarana/prasarana megah jumlah kelas banyak pula, tapi guru-gurunya tidak berkualitas. Lebih baik kelas diisi jumlah anak yang sedikit. Seluruh jumlah akseptor didik dipecah dalam jumlah rombongan mencar ilmu yang lebih banyak untuk pemerataan guru yang jumlahnya sedikit, namun berkualitas.

Kepala Bidang Pengembangan Pendidik Pendidikan Dasar pada Pusat Pengembangan Profesi Pendidik BPSDMPK dan PMP Kemdikbud Dian Wahyudi menyebutkan, salah satu komponen pendidikan yang ditengarai mempunyai dampak signifikan terhadap kualitas pendidikan ialah tersedianya pendidik yang profesional. "Perbaikan kualitas pendidikan remaja ini semakin mendesak. Hal ini sebab tuntutan perbaikan kualitas pendidikan semakin dibutuhkan masyarakat," katanya.

Peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas prajabatan dan dalam jabatan dapat dilakukan dengan sistem perekrutan calon guru yang baik. Selain itu, dapat melalui pendidikan guru, sertifikasi guru, pengembangan profesi, pendampingan dan pelatihan guru, serta jalur karier atau intensif. Terutama guru swasta, sebab masih banyak guru swasta yang tidak masuk jalur pengembangan guru dikarenakan terbatasnya kuota dan banyaknnya guru negeri yang ikut serta dalam pengembangan tersebut. Seperti halnya dukungan sertifikasi, seharusnya lebih memihak kepada guru swasta yang honornya hanya 150.000/bulan dari pada guru negeri. Jika hal ini terus berkelanjutan, maka guru swasta akan  sedikit punya kesempatan untuk membuatkan potensi dan kualitasnya sebagai seorang guru.

Pemerintah diperlukan mendukung efektivitas pendidik dalam aktivitas pengembangan profesionalisme guru/pendidik dan tenaga kependidikan. Diperlukan terobosan untuk memajukan dan meningkatkan pembelajaran, dan pengembangan model pembelajaran yang inovatif.

Referensi : http://pendis.kemenag.go.id

Jadi Akil Pendidikan Yang Berkualitas Dapat Menanggulangi Angka Pengangguran


Membicarakan ihwal pentingnya pendidikan tidak akan ada habis-habisnya, ibarat kita membicarakan ihwal persoalan cinta. Karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Pendidikan yaitu satu-satunya jalan untuk membina insan menuju kearah yang lebih baik bukan malah sebaliknya. Akan tetapi pada jaman kini ini, yang terjadi malah sebaliknya, pendidikan mengakibatkan insan menjadi tidak baik. Apakah pendidikannya yang salah, atau sistem pendidikannya yang tidak bagus, atau para pendidiknya atau bahkan para penerima didiknya yang tidak bermoral. Ini sebuah problematika yang sering kita temui pada masa sekarang. Pada dasarnya pendidikan memperlihatkan pengajaran pada insan secara seutuhnya. Baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Sistem pendidikan yang salah hanya akan sanggup menghasilkan sumber daya insan yang kurang berkualitas. Hal ini dikarenakan tujuan pencapaian atau standar kompetensi yang ada hanya mengarah pada kemampuan prestasi akademik. Padahal dalam dunia nyata, teori yang selama ini dipelajari dalam dingklik sekolah terkadang hanya sebagian kecil yang terpakai. Oleh lantaran itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang ada dikala ini tidak hanya mengedepankan dari sisi akademik saja, melainkan juga terkait softskill, attitude, dan communication skill  juga harus diperhatikan. Hal ini supaya sanggup dihasilkan SDM-SDM yang berkarakter dan berkualitas dari sistem pendidikan yang ada.

Indonesia mempunyai berbagai intelektual dalam setiap tahunnya, bahkan pernah berada di peringkat kelima dunia ibarat di kutip merdeka.com. Negeri Tirai Bambu kini sampai 12 tahun lagi digadang-gadang tetap nomor satu dalam urusan menyumbang jumlah sarjana ke pasar dunia. Perkembangan pengetahuan pun diramal bergeser ke Asia, lantaran sesudah China, India di urutan kedua, Rusia posisi keempat, kemudian Indonesia. Namun, banyaknya lulusan sarjana di Indonesia dikala ini tidak diimbangi dengan terserapnya mereka di industri kerja yang sesuai dengan bidangnya. Sehingga banyak tercipta warga intelektual yang mengungsi ke negara lain atau bahkan menganggur pasca kampus. Pada tahun 2014 angka pengangguran 7,24 juta orang, naik dari 5,70% ke angka 5,94%.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan lulusan sarjana di Indonesia banyak yang tidak tersalurkan pada dunia kerja dikala ini. Salah satu faktornya yaitu sistem pendidikan di Indonesia yang sering berubah-ubah dan hanya berorientasi pada kemampuan akademik saja sehingga para sarjana tidak mempunyai keahlian khusus yang sesuai dengan kebutuhan industri pasca kampus. Perubahan sistem pendidikan pastinya mempunyai imbas positif maupun imbas negatif. Selalu adanya penilaian untuk mengakibatkan sistem pendidikan di Indonesia supaya senantiasa mengalami peningkatan mutu.

Oleh lantaran itu, pemerintah harus memperlihatkan solusi yang sempurna untuk kemajuan pendidikan tersebut. Karena sebuah negara akan mundur dan tidak akan maju, kalau pendidikannya tertinggal. Akan tetapi sebaliknya, negara akan cepat berkembang dan maju pesat jikalau dibarengi dengan pendidikan, dan sistem pendidikannya yang baik. Karena pendidikan merupakan sebuah tangga untuk menuju sebuah kebangkitan. Bagaimana kita akan bersaing dengan negara lain, kalau sistem pendidikan dan anggaran pendidikannya masih lemah. Hal serupa dikatakan oleh HM. Jusuf Kalla, sewaktu dia masih menjabat Menko Kesra, bahwa mutu pendidikan Indonesia kini berada diurutan ke-tujuh dari 10 negara di Asia Tenggara, padahal Indonesia termasuk bangsa yang besar yang semestinya mutu pendidikannya lebih anggun dari Malaysia. “Kalau ingin memperbaiki sektor pendidikan, jangan lagi memakai sistem lama, yang lantaran anak pejabat, seorang siswa diluluskan meski tidak sepantasnya lulus, lantaran ada tekanan dari atas,” katanya di Makasar, pada tahun 2003.

Semua ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga pengusaha dan rakyat / penerima didik yang harus ikut meningkatkan kualitas pendidikan atau SDM nya supaya mempunyai kualitas yang baik untuk masa depan.

Jadi Berakal Yang Harus Dipersiapkan Oleh Guru Dalam Meningkatkan Kualitas


Sebagai mana artikel saya kemarin ihwal Kualitas Guru Tidak Hanya Mengandalkan Kejujuran. Guru yang diharapkan menjadi guru berkualitas ternyata banyak yang melupakan ihwal tiga pokok kiprah diatas yaitu pembuatan rencana kegiatan pembelajaran, proses pembelajaran, dan juga penilaian. Akibatnya hasil yang ingin dicapai dalam perjuangan meningkatkan kualitas anak didik tidak akan pernah tercapai dikarenakan aneka macam faktor. Kendala menjadi lebih besar pada ketika yang bersamaan banyaknya kiprah yang diemban oleh guru.

apa saja yang tercakup dalam tiga pokok besar ini dan hal-hal yang perlu dipahami oleh guru dalam peningkatan kualitas guru.

I. Rencana Program Pembelajaran
Seperti yang kita pahami bahwa rencana kegiatan pembelajaran sangat penting dalam pemanfaatannya dalam proses pembelajaran. Rencana kegiatan pembelajaran ini bermanfaat dalam memperlihatkan panduan dan dasar santunan materi dan seluruh kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Dari aneka macam perubahan kurikulum yang ada, rencana kegiatan pembelajaran yaitu wajib bagi guru untuk membuat. Tanpa rencana kegiatan pembelajaran, guru tidak maksimal dalam mengajar alasannya yaitu guru tidak mempunyai rencana dalam proses pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa.

Dalam suatu pembelajaran, rencana kegiatan pembelajaran yaitu hal yang paling sepele yang seharusnya dilakukan oleh guru, tetapi faktanya ini yang paling sulit dilakukan oleh guru. Beberapa diantaranya yaitu jam mengajar guru yang banyak, ketidakpahaman guru menciptakan RPP yang benar ataupun keyakinan guru bahwa tanpa RPP, guru sanggup mengajar. Pada dasarnya beberapa hal penting harus diterapkan dalam pembuatan rencana kegiatan pembelajaran.

II. Proses Pembelajaran
Setelah rencana kegiatan pembelajaran telah dipersiapkan dengan matang dan berkualitas, saatnya guru memakai rencana kegiatan tersebut di kelas. Kelas yaitu daerah dimana siswa didik sanggup meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari mata pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran yang efektif dan efisien diharapkan kesempatan dan interaksi antara guru dengan siswa didik dan siswa didik dengan siswa didik yang lain. Disini, siswa didik memerlukan bahasa dan pengetahuan dalam berkomunikasi dengan guru maupun dengan siswa didik yang lain.

Bagaimana berkreasi dengan kegiatan pembelajaran sehingga menyebabkan kelas menarik dan tidak membosankan? Terdapat beberapa hal yang guru sanggup kalukan selama proses pembelajaran berlangsung. Beberapa diantaranya yaitu mengaktifkan pengetahuan dasar siswa didik, memperlihatkan ide-ide segar dan gres baik dari siswa maupun dari guru itu sendiri, meningkatkan pengetahuan siswa didik dan mencari tahu adakah kesulitan-kesulitan siswa didik dalam mempelajari suatu topik.

Selain itu, guru yang kreatif sanggup mencoba meningkatkan pengetahuan siswa dengan cara menghubungkan materi satu dengan yang lainnya dan diadaptasi dengan kehidupan sehari-hari serta memotivasi siswa untuk terus berkreasi dengan cara berkomunikasi dengan siswa didik. Di simpulan pembelajaran, guru yang efektif sanggup terus memonitor selama proses pembelajaran berlangsung serta merespon apa saja yang dibutuhkan siswa didik.

III. Evaluasi
Banyak guru yang masih merasa galau atau tidak tahu jenis penilaian apa saja yang sanggup diberikan kepada siswa dalam upaya mengetahui progress atau peningkatan yang diperoleh oleh siswa. Evaluasi bagi siswa didik sanggup dilakukan oleh guru dengan aneka macam aspek penilaian. Evaluasi terhadap siswa didik bukan hanya aspek kognitifnya saja tetapi guru sanggup menyebarkan penilaian ini ke aspek keterampilan komunikasi, keterampilan mudah (investigasi, eksperimen, pengukuran, dan melukis), dan mempelajari bagaimana belajar. Untuk mendapat penilaian yang efektif, kita harus menempatkan siswa didik di sentra proses dan standar yang harus diambil untuk fokus pada penilaian ini.

Dengan memahami hal-hal yang perlu disiapkan dalam memperlihatkan penilaian kepada siswa didik, maka guru sanggup lebih siap dalam mengevaluasi materi yang disampaikan kepada siswa didiknya.

Adapun jenis penilaian yang sanggup diberikan kepada siswa didik sanggup berupa :

  1. Summative : Tujuan dari penilaian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana para siswa didik mengetahui konten materi. Evaluasi ini dilaksanakan dalam bentuk formal dan berbentuk standar test atau diagnostic tes.
  2. Formative : Hal ini dipakai guru untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang sedang berlangsung.  Evaluasi ini untuk mengetahui adanya peningkatan dan perkembangan masing-masing individu dibandingkan dengan siswa didik yang lain baik. Formative asesmen ini sanggup dilakukan juga dalam bentuk performance. Bahkan banyak Negara di Eropa memakai model portofolio asesmen dalam melihat perkembangan kognisi, komunikasi dan keterampilan berguru mereka sehingga guru sanggup memperlihatkan refleksi dan  timbal balik atas apa yang dipelajari oleh siswa didik.

Jadi Berakal Sistem Kuliah Online Jangan Diremehkan, Kenapa?


Dengan segala kemudahan saluran internet dikala ini, sudah banyak sekolah-sekolah yang memprogram registrasi siswa online. Bahkan kuliah pun bisa dilakukan di internet alias kuliah online, bagi mereka yang punya duduk kasus ekonomi dan sibik kerja di dunia positif sehingga tidak ada waktu untuk kuliah sambil kemudian bekerja, Kuliah online bisa menjadi alternatif untuk melanjutkan studi. Atau juga beberapa kalangan mengengah keatas (mampu ekonomi) tapi kare kondisi fisik tidak memungkinkan.

Sehingga tak heran bila angka partisipasi bergairah (APK) di Indonesia tahu 2014 masih 30 persen. Dengan kata lain 7 dari 10 orang Indonesia diusia 19-23 tahun tidak bisa untuk melajutkan studi. Tentu kita prihatin melihat angka tersebut. Tapi, sebaliknya, hati siapa tak akan tersentuh melihat semangat juang sang pelawak legendaris, almarhum Ferrasta Soebardi atau bersahabat disapa Pepeng? Walau terbaring selama hampir 10 tahun alasannya penyakit Multiple Sclerosis, Pepeng berhasil menuntaskan studi S-2 dari balik kawasan tidur. Bahkan, ia lulus dengan nilai "A"! waw mengagumkan...! ibarat di ceritakan Pendis.Kemenag

Memang sih, walaupun tidak begitu banyak, ada beberapa mahasiswa yang mustahil mengikuti perkuliahan ibarat mahasiswa biasa. Padahal, semangat mereka tak bisa diremehkan.

Ada mahasiswa yang semenjak Sekolah Menengah Pertama harus basuh darah seminggu sekali. Sulit sekali bagi mereka bila harus melanjutkan ke universitas dengan sistem konvensional, dan masih banyak lagi. Orang-orang ibarat mereka itu butuh wadah khusus yang bisa mengatakan bekal pendidikan tanpa terhalang kondisi fisik. Harapannya, wadah tersebut sanggup mengatakan kesempatan kuliah sehingga doktrin diri mereka meningkat.

Banyak sekali orang berniat serius menuntaskan pendidikan tinggi namun terhalang aneka macam hal. Jika dibiarkan, mereka akan hidup tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban masyarakat, terutama ketika mereka memasuki usia senja.
Saat ini pendidikan kian maju. Semakin banyak alternatif bagi masyarakat untuk menikmati dingklik kuliah. Salah satunya yakni perkuliahan sistem online.

Kuliah online yakni salah satu solusi untuk orang-orang yang tidak mempunyai waktu luang cukup atau orang dengan hambatan fisik tapi mau kuliah, selain fleksibel, sistem ini memperlihatkan biaya lebih murah sampai 40 persen. Mahasiswa tidak harus sering tiba ke kampus, jadi tidak perlu memakai kemudahan kampus. Kalau di Amerika, kuliah online lebih mahal dari kuliah biasa. Semua materi perkuliahan sanggup diunduh pribadi di Learning Management System (LMS). Jadi, cukup bermodal internet, mahasiswa bisa mengenyam perkuliahan dengan kualitas sama.

Namun tidak semua universitas menyediakan kemudahan ini, mungkin hanya universitas yang sudah maju dan berkembang dengan pesat yang sudah mempunyai kegiatan ini. Dan sudah banyak pula mahasiswa yang berprestasi hanya bermodalkan koneksi internet.

Kaprikornus kesehatan tak menjadi penghalang bagi mereka yang punya semangat untuk melanjutkan pendidikannya, ilmu dikala berkuliah online sanggup dipakai sebagai modal dikala mereka mulai merintis bisnis atau karir. Semangat untuk menuntut ilmu tak boleh padam dengan alasan apapun.

Jadi Bakir Jadikan Anak Kita Menjadi Generasi Yang Tangguh


Anak tanggung jawab siapa? orang tua? guru?. Sejak dilahirkan anak sudah menjadi seorang pelajar. Anak dalam pertumbuhannya sudah mencoba mencari tahu apa yang ingin dia ketahui. Anak lahir dengan huruf pelajar, dan menjadi kiprah pelaku pendidikan terus menumbuhkan generasi pelajar untuk masa depan Indonesia yang gemilang.

Sebagaimana telah dijelaskan dalan artikel sebelumnya perihal kurikulum RA/TK. Bahwa intinya anak menjadi tanggung jawab orang tua, hanya saja alasannya orang renta tidak bisa mendidik anak maka diserahkan ke forum pendidikan.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan dalam sebuah gelar wicara, di Museum Benteng Vredeburg, D.I. Yogyakarta. "Ki Hadjar Dewantara mengistilahkan daerah untuk menumbuhkan potensi anak-anak, menumbuhkan huruf pembelajar dengan istilah taman, yang di sana ada tumbuhan yang tumbuh,"  ucap Mendikbud.

Mendikbud mengajak para pelaku pendidikan menumbuhkan kembali pedoman Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Dalam pemikirannya, Ki Hadjar ingin menyebarkan huruf anak yang cerdik, cerdas, dan bawah umur yang bisa berguru untuk menjadi pembelajar. "Jika itu (menumbuhkan kembali pedoman Ki Hadjar Dewantara) sanggup dilakukan, maka kita sanggup menumbuhkan huruf anak menjadi seorang pembelajar yang dewasa, dan mandiri. Dengan demikian, kita sudah mendidik anak untuk bermakna di masanya," ujar Mendikbud.

Mendikbud mengatakan, seluruh pelaku pendidikan bertanggung jawab mengelola institusi pendidikan menjadi forum pendidikan yang menyenangkan. Anak-anak hadir berguru dengan bahagia hati, dan pulang dengan berat hati alasannya kenyamanan dalam proses berguru mengajar.

Tidak lupa Mendikbud berpesan biar seluruh pelaku pendidikan menumbuhkan huruf integritas pada anak dalam proses berguru mengajar. Jika sekolah-sekolah dikala ini bisa menjadi teladan sebagai sekolah yang higienis dan berintegritas, tutur Mendikbud, maka sanggup dipastikan Indonesia masa depan yakni negara yang bersih, dan berintegritas tinggi. "Mari tumbuhkan dan tanamkan anak sebagai pembelajar yang tangguh dan berintegritas. Insya Allah Indonesia akan menjadi Indonesia yang menyala dan gemilang di kancah dunia," pesan Mendikbud.

Referensi : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/4229

Jadi Arif Kesejahteraan Menunjang Utama Profesionalitas Guru Sekolah / Madrasah


Kalau bicara soal guru selalu menarik perhatian kita, dalam profesionalitas guru dengan kesejahteraan dan kompetensi. Kesejahteraan dan kompetensi guru menyerupai sebuah mata uang dengan dua sisi yang berbeda tapi menyatu, tidak sanggup dipisahkan satu sisi dengan sisi lainnya. Maka, peningkatkan kesejahteraan sebaiknya diikuti dengan peningkatan kompetensi, sedangkan kompetensi akan melahirkan perilaku profesional.

Wakil presiden RI. Jusuf Kalla waktu menghadiri peringatan Hari Guru Nasional di Istora Senayan jakarta, menyatakan bahwa meningkatkan kesejahteraan guru harus diikuti dengan peningkatan kualitas guru. Seorang guru dihentikan berhenti belajar alasannya yakni ilmu berkembang dengan sangat cepat. Selain harus mengajar dengan cara yang baik dan menyenangkan, guru juga harus menjadi pembelajar yang baik dan berguru terus menerus. Misalnya dengan mengikuti penataran, seminar, workshop dan banyak membaca dari aneka macam sumber.

Anjuran Jusuf Kalla menawarkan bahwa guru harus bersikap profesional dengan melaksanakan kebiasaan yang sanggup meningkatkan kompetensinya sebagai guru. Hanya saja, sebagian besar guru beranggapan,  kesejahteraan merupakan bab dari profesionalitasnya. Jadi, profesionalitas bukan hanya diukur dari kompetensi semata.

Guru dinilai kurang bersemangat bila peningkatan kompetensi tanpa disertai peningkatan kesejahteraan. Bahkan sanggup jadi guru mencari pemanis dengan menjalankan profesi lainnya untuk menutupi kebutuhan hidupnya, mirip menjadi tukang ojek misalnya. Tentu saja, hal ini akan sanggup mengganggu konsentrasi guru dalam menjalankan kewajibannya diluar atau didalam kelas.

Sebaliknya, meningkatkan kesejahteraan saja tanpa disertai dengan peningkatkan kompetensi guru, tidak akan mengakibatkan guru  lebih kreatif daripada sebelumnya. Padahal kreativitas sangat diharapkan dalam sebuah pembelajaran, biar penerima didik istiqomah dalam mengikuti proses belajar dan lebih gampang dalam menangkap bahan pembelajaran. Tanpa ada kreativitas, proses pembelajaran akan terasa membosankan bagi penerima didik.

Sebenarnya, semenjak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional diundangkan, guru di manapun berada yakni seorang profesional. Selain mempunyai keahlian khusus di bidangnya, guru selalu dituntut bersikap lebih mengutamakan untuk terlibat secara aktif dalam upaya mencerdaskan bangsa. Artinya, menempatkan hal-hal di luar urusan pembelajaran, contohnya kenaikkan gaji/tunjangan, pada urutan yang kesekian. Bukan pada urutan yang pertama. Begitu pula dengan upaya menambah ilmu untuk meningkatkan kompetensinya, sudah menjadi hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru profesional. Menambah ilmu yakni bab dari profesionalitas itu sendiri.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 itu disebutkan, pendidik merupakan tenaga profesional. Penempatan kedudukan pendidik/guru sebagai tenaga profesional bertujuan meningkatkan martabat guru serta kiprahnya sebagai biro pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pendidikan nasional itu sendiri bertujuan menyebarkan potensi penerima didik menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Mengaca pada UU tersebut, masyarakat menempatkan guru pada posisi sangat strategis dalam membangun generasi muda penenerus bangsa. Guru berperan  dalam setiap upaya peningkatan mutu, serta efektivitas dan efisiensi pendidikan. Maka, peningkatan dan pengembangan aspek kompetensi profesional guru merupakan kebutuhan dasar bagi pendidikan.

Telah banyak bukti yang dikemukakan bahwa pendidikan, di dalamnya termasuk pengajaran, mengalami kemajuan berkat kepiawan guru dalam menerapkan kompetensi standar yang dimilikinya, termasuk kompetensi profesional. Tidak berlebihan bila kita berharap, semua guru bersikap profesional dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun di tengah masyarakat.

Jadi Bakir Kualitas Sdm Untuk Ekonomi Abad Depan


Dalam bidang ekonomi dunia, kini masih di kuasai oleh negara-negara maju menyerupai Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, Jerman dan Rusia. Namun, ekonomi di Indonesia juga mulai merangkak menyampaikan batang hidungnya. Berdasarkan data World Bank, purchasing power parity (keseimbangan kemampuan belanja) Indonesia tahun 2012 berada di peringkat 16 dunia, di antara Turki dan Australia. Lalu, prestasi itu melonjak pada 2014. Indonesia berhasil menyabet rangking ke-10 dengan share 2,3 persen, hanya berbeda 0,1 persen dengan Inggris di peringkat ke-9.

Berdasarkan prediksi Pricewaterhouse Coopers (PWC), pada 2030 nanti Indonesia akan naik ke peringkat lima dunia. Jika bisa mempertahankan perkembangan ekonominya, pada 2050 mendatang Indonesia bahkan akan bisa meraih posisi keempat. Tak hanya PWC. McKinsey & Company juga memprediksikan hal sama. Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian pesat, Indonesia sanggup bersaing di posisi ke-7 pada 2030 dengan asumsi GDP 878 miliar dollar AS.

Pintu perdagangan dunia semakin terbuka lebar. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia harus bersiap menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) selesai tahun ini. MEA menjanjikan kemudahan transaksi barang dan jasa antara negara-negara Asia Tenggara sehingga kompetisi semakin ketat. Jaringan bisnis pun semakin luas. Para pelaku perjuangan dituntut fleksibel dan cepat merespon pasar. Standar barang dan jasa pun harus berbasis internasional. Lalu, penanaman modal absurd diperkirakan akan meningkat dan lapangan pekerjaan pun menjadi semakin luas. Harapan dengan terbentuknya MEA, kesejahteraan masyarakat ASEAN pun akan meningkat.

"Bagi banyak pihak yang menganut konsep globalisasi, MEA memang menjadi peluang," kata Rektor Universitas Bina Nusantara, Prof Harjanto Prabowo, Lalu, apa konsekuensinya? Harjanto mengatakan, MEA tidak hanya akan membuka pintu arus perdagangan, melainkan juga pasar tenaga kerja profesional. Seperti diketahui, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengisyaratkan adanya pembatalan peraturan yang sebelumnya menghalangi perekrutantan tenaga asing. Dampaknya, persaingan di bursa kerja pun semakin ketat. "Yang paling disoroti dari MEA ialah kemudian lintas SDM ini. Kemudian, yang menjadi kendala kini ialah apakah SDM ini sudah memenuhi keriteria atau belum," tutur Harjanto.

Melihat perkembangan ekonomi tersebut, Indonesia perlu segera berbenah diri, terutama Sumber daya Manusia (SDM). Presiden RI ketiga, Prof. BJ Habibie, pernah menjelaskan pentingnya pembangunan SDM bangsa. Dia mengatakan, daya saing bangsa tak akan berkembang kalau tak ditopang oleh ketersediaan SDM berkualitas.

Untuk mewujudkan hal itu, diharapkan keseimbangan dari banyak sekali pihak terkait, yaitu pemerintah, perguruan tinggi tinggi, dan pelaku bisnis. Semua itu kemudian disokong masyarakat untuk memperkuat dan membangun lingkungan yang mendukung perkembangan SDM. "Pembagian kiprah gotong royong sudah terang kok. Kementerian tenaga kerja bantu mempermudah kanal tenaga kerja, kementerian pendidikan tinggi selain mengurusi riset juga mengurusi para mahasiswa ini semoga punya kanal ke industri. Biar ada matching" ujar Harjanto.

Hal ini juga menjadi tanggung jawab perguruan tinggi tinggi untuk terus melaksanakan koordinasi dengan industri semoga mereka memahami abjad lulusan perguruan tinggi tinggi. Di sisi lain, industri pun harus bertanggung jawab membantu membangun kesiapan para SDM, terutama potensi SDM berkaitan dengan jenis industrinya. Pengembangan SDM oleh industri harus dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Contoh positif pengembangan SDM oleh industri ialah ikut membangun kemudahan berguru dibidang yang diharapkan oleh industri.

Program pengembangan SDM internal sangat penting semoga perusahaan sanggup bersaing menghasilkan produk berkualitas internasional. Misalnya, dengan kegiatan transfer karyawan. Pada kegiatan tersebut, karyawan berkesempatan merasakan lingkungan kerja gres ke perusahaan semoga sanggup meningkatkan keahlian dan daya saing SDM perusahaan.

Dengan kegiatan tersebut diharapkan kerja keras semua pihak dalam membangun SDM Indonesia akan menggerakkan perekonomian ke arah lebih baik. Khususnya, untuk menyongsong pasar bebas dengan penemuan dan produktifitas bertaraf internasional.

Monday, 30 September 2019

Jadi Terpelajar Guru Hampir Kehilangan Nilai Perjuangan


Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Akankah peribahasa ini masih sering kita dengar seiring dengan banyak sekali "pendapatan" dan "kesejahteraan" yang didapat? Mulai dari tunjangan sertifikasi dan kenaikan gaji. Dulu, di pesantren diajarkan "likulli syaiin zakatun, wazakatul ilmi attarbiyah" bahwa zakatnya ilmu ialah mengajar. Ironisnya, kini ini banyak guru yang tidak sibuk mengajar akan tetapi terlena dengan berkas-berkas sertifikasi. Walhasil mereka terdegradasi spirit keihlasannya, terjebak oleh sistem standarisasi.

Dari hiruk pikuknya banyak sekali akomodasi negara untuk para guru, mulai dari BOS, tunjangan fungsional, tunjangan sertifikasi/profesi pendidik (TPP), ternyata masih ada dan masih banyak pendidik yang tidak terlena oleh banyak sekali macam tunjangan. "Para guru ngaji dan pengajar TPA/TPQ di pelosok nusantara, jangankan menerima tunjangan dari pemerintah, menerima honor bulanan pun juga tak pernah didapat. Mereka mengajar dengan penuh keikhlasan, para murid pun tidak dikenakan biaya sepeserpun. Inilah potensi keikhlasan yang dimiliki Kementerian Agama.

Para guru sekarang, sudah tergerogoti oleh jiwa tidak ikhlas. Sertifikasi yang masih secara nasional tidak menemui kejelasan eksistensinya. Orang karenanya gundah alasannya guru yang disertifikasi dan tidak, kualitasnya sama, bahkan tidak ada peningkatan kapasitas keilmuan apalagi profesionalismenya.

Akhirnya, muncullah agenda gres yang belum tentu anggun juga, yaitu Uji Kompetensi Guru (UKG) yang tujuannya ialah guru yang tidak baik menjadi baik, yang baik semakin baik. Namun agenda ini belum tentu akan menuntaskan masalah.

Wajar Dikdas 12 tahun yang akan digodok misalnya, ternyata ukurannya sangat kualitatif dan formal. Anggaran besar untuk pembangunan gedung, meubeler, peningkatan kualifikasi guru ialah tolok ukurnya. "Seharusnya sanggup mengukur kepada hal-hal yang non-formal, bahwa proses berguru tidak harus di balik tembok. Yang paling penting ialah pertolongan dan pengukuhan pada kompetensinya.

Friday, 13 September 2019

Jadi Cerdik Jadikan Pendidikan Itu Yang Memerdekakan


Jadikan Pendidikan Itu Yang Memerdekakan. Seorang siswa umur 18 tahun menginginkan masuk ke fakultas seni alasannya merupakan bidang yang ia inginkan. Namun alasannya "tekanan" dari pihak sekolah yang menyampaikan bahwa kalau ia tidak mengambil kesempatan itu, pihak sekolah akan menanggung akibatnya. Ya, di tahun berikutnya nanti, adik-adik kelasnya tidak akan menerima kesempatan masuk lewat jalur seruan ini. Dan "Tekanan" dari orang renta yang menjadi pengacara papan atas. Si orang renta memegang prinsip dari peribahasa usang bahwa "buah apel tidak jatuh jauh dari pohonnya."

Dari "Tekanan" tersebut akhirnya ia masuk ke fakultas hukum. Baru dua semester ia menjalani studinya itu, ia memutuskan untuk keluar dan pindah ke jurusan seni yang bahwasanya bidang yang benar-benar ia inginkan.

Ada juga siswi yang juga berusia 18 tahun diterima di fakultas ekonomi jurusan administrasi salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) terkenal. Tapi, akhirnya ia menentukan masuk ke sekolah tinggi swasta yang relatif gres dan mengkhususkan diri pada bidang studi kewirausahaan. Dia mengambil keputusan itu alasannya memang punya impian besar lengan berkuasa menjadi seorang pengusaha. Keputusan itu diambil walaupun harus diiringi tangis sang ibu dan muka masam sang ayah. Kedua orang tuanya menganggap bahwa menentukan sekolah tinggi ketimbang Perguruan Tinggi Negeri ternama yaitu keputusan bodoh! Ya, keputusan yang bodoh!

Sadarkah kita, berapa banyak orang renta yang merayakan keberhasilan anaknya meraih nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi? Berapa banyak orang renta merayakan keberhasilan anaknya diterima di universitas favorit? Tapi, coba bandingkan, berapa banyak orang renta mau merayakan anaknya yang masuk sekolah kejuruan atau merayakan anaknya yang memutuskan masuk jurusan arkeologi, padahal sang ibu yaitu dosen fakultas teknik?

Sejak 1945 kita, orang Indonesia, memang sudah merdeka. Kita memang sudah berdiri semenjak 1908. Tapi, apakah pendidikan kita kini sudah sanggup dikategorikan sebagai pendidikan yang memerdekakan. Apakah terasa bahwa pendidikan kita ketika ini yaitu yang membangkitkan bawah umur bangsa? Anak-anak kita?

Jujur saja. Saat ini masih banyak siswa yang tidak merdeka dalam mengeksplorasi minat mereka, mengeksplorasi sesuatu yang berbeda hanya alasannya dibatasi oleh norma-norma yang menyampaikan bahwa "Kalau bukan jurusan eksakta, maka kau tidak termasuk anak cerdas. Kalau tidak lulus UN, maka klaar hidupmu!". Dan menjadi tontonan rutin di televisi ketika para siswa mulai SD hingga Sekolah Menengan Atas menangis sesenggukan pada ketika doa bersama menjelang UN, alasannya UN begitu disakralkan. UN dianggap sebagai momok, kesulitan dan bahaya , meski tahun ini hal itu sudah mulai berubah.

Anggapan sehabis lulus S-1, maka si anak harus S-2 dan sehabis itu S-3 sudah menjadi suatu hal lumrah. Banyak para lulusan S-1, ketika ditanya alasannya meneruskan ke jenjang S-2, maka sebagian besar menjawab, "Karena saya sudah lulus S-1!". Bahkan, untuk lulusan S-2, kalau ditanya alasanya meneruskan ke jenjang S-3, maka jawabannya adalah, "Karena saya sudah lulus S-2!".

Rasanya, tidak banyak orang menyadari bahwa ada tanggung jawab akademis yang diemban seseorang anak sehabis meraih gelar doktor. Karena, gelar doktor seharusnya bukan sekedar untuk mempercantik CV, bukan semata untuk kepentingan nyaleg, apalagi nyapres!. Pendidikan kita ketika ini memang masih bersifat normatif. Bahkan, pendidikan agama yang seharusnya sarat muatan eksploratif dan analitis, akhirnya hanya bersifat dogmatis dan normatif. Bagaimana mungkin tingkat ketakwaan hanya diukur dari sisi knowledge, dan bukan penerapan nilai-nilai agama itu sendiri?

Cobalah memberi kuliah atau seminar di universitas-universitas di negeri ini. Coba kita amati barisan dingklik yang manakah yang terisi terlebih dahulu? Coba kita amati, apakah kita eksklusif dibombardir dengan pertanyaan sehabis selesai presentasi? hehe... Entah mengapa, mulai forum-forum seminar di hotel berbintang, hingga kuliah umum di universitas ternama, dingklik gugusan paling belakanglah yang selalu terisi lebih dulu. Lalu, entah mengapa, siswa gres berani bertanya kalau sudah ada yang bertanya lebih dulu. Mereka takut salah, takut pertanyaannya dianggap tidak berkualitas, yang dalam bahasa anak zaman kini disebut culun punya alias cupu, sehingga memborgol pertanyaan dan rasa ingin tahu yang mungkin sudah ada di benak mereka. Buntu!

Sebaliknya, banyak dosen di universitas-universitas di luar negeri mengeluhkan minimnya keaktifan mahasiswa Indonesia dalam bertanya atau berpendapat, apalagi berdebat di ruang kuliah. Padahal, justru melalui hal itulah dinamika pencarian ilmu dan proses pencerahan berlangsung. Kalau siswa masih menganggap UN sebagai momok, kalau siswa masih menganggap juara olimpiade sains lebih bergengsi dibandingkan juara lomba drama, bila profesi PNS atau bekerja di perusahaan multi nasional dianggap lebih fancy daripada punya gerai ayam goreng yang dibangun dan dikelola sendiri, rasanya pendidikan kita malah justru mengkerdilkan dan bukan memerdekakan bangsa ini.

Pendidikan seharusnya memberi kemerdekaan untuk menginterpretasikan keinginan, ambisi, dan semangat tanpa dibatasi pakem, bahkan norma. Pendidikan yang memerdekakan seharusnya memberi ruang untuk siswa berani menentukan keputusan sendiri, berkreasi,dan mengambil risiko. Pendidikan yang memerdekakan akan bermuara pada kebangkitan!

Soekarno, Habibie, Gus Dur, Hatta, bukanlah produk dari pendidikan yang kerdil. Mereka beruntung sanggup belajar dari sumber ilmu yang memberi ruang bagi ide-ide absurd dan nyeleneh. Nasionalisme, industri strategis, pluralisme dan ekonomi kerakyatan yaitu buah pendidikan yang memerdekakan siswa didik.

Semakin terbukanya dunia, maka siswa semakin dituntut mempunyai mental eksploratif, kreatif dan kritis. Bagaimana mungkin kita sanggup unggul di tingkat global dan regional, kalau contoh pendidikan kita masih terkukung oleh pendidikan kognitif semata, yang tidak membangkitkan sisi rasa dan humanisme?

Allah SWT bersabda: "Sesungguhnya Aku hendak menyebabkan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka: Apakah Engkau hendak menyebabkan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau? Dia berkata: Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kau ketahui." (QS Al Baqarah :30). Tuhan tentu punya misi khusus bagi manusia. Tuhan membuat insan menjadi alat-Nya untuk menyatakan Kuasa-Nya yang masih Dia sembunyikan dalam alam ini. Manusia dibutuhkan sanggup membongkar diam-diam semesta. Rahasia kebesaran Allah SWT. Karena itulah, insan dijadikan "khalifah". Di situlah letak kemuliaan kita sebagai mahluk-Nya.

Dengan prinsip itulah, sekali lagi, harusnya kita sadar bahwa pendidikan yang memerdekakan dan membangkitkan bukanlah pendidikan kerdil yang menghasilkan insan berkarakter Firaun dan berkarakter iblis, yang terus menerus merusak bumi dan isinya. Pendidikan yang memerdekakan dan membangkitkan yaitu pendidikan yang melahirkan para khalifah, para prabu, yaitu manusia-manusia matang dan unggul, bukan manusia-manusia cupu!